Deklarasi Nasdem mencalonkan Anies Rasyid Baswedan (ARB) dapat dikatakan babak baru dalam perpolitikan Indonesia. Momentum ini harus disikapi secara arif dan bijaksana disertai nalar yang tinggi.

Semua komponen bangsa, termasuk para elit partai, sebaiknya menyambut deklarasi ini secara positif. Walaupun tentunya mereka harus berpikir cukup keras untuk menentukan Capres/Cawapres yang diharapkan menjadi Presiden dan Wakilnya. Pada saat yang sama Nasdem dan ARB juga punya PR awal untuk menggandeng Cawapres. Semuanya menarik. Dan tidak perlu dianggap politik panas. Biasa saja.

Politik gagasan tidak lain adalah politik yang mengedepankan ide dan program yang terukur menuju Indonesia sejahtera. Dari dua periode Pemerintahan Jokowi tentu ada tapak-tapak yang harus dilanjutkan. Baik berupa tapak keras (hard step) ataupun tapak lunak (soft step) serta hasil yang kasat mata (tangible) ataupun hasil tak kasat mata (intangible).

Semuanya harus dijadikan baseline (garis landasan) untuk program-program selanjutnya. Tidak ada lagi pemilihan program yang akhirnya mangkrak. Indonesia harus terus melangkah dan naik tangga di setiap saat. Energi harus dipakai untuk melangkah maju, bukan menarik mundur.

Arahan pimpinan Partai Nasdem dalam kelangsungan program-program pemerintahan saat ini untuk terus maju ke depan sudah jelas. Dalam hal ini tentu ARB dipercaya Nasdem mempunyai kemampuan membangun Indonesia menatap jauh ke depan.

ARB sewaktu menjadi Rektor Universitas Paramadina adalah penggagas Indonesia Mengajar. ARB berkeliling kampus membawa gagasan itu. Ditambah pengalamannya sebagai Gubernur DKI dapat menjadi modal yang baik untuk meneruskan pembangunan nasional. Saya rasa, inilah salah satu alasan Nasdem menentukan pilihannya. Perbedaan pendapat yang sudah lewat, bila ada, tidak perlu diungkit-ungkit lagi.

Para elit partai yang punya peluang mengusung Capres/Cawapres harus mulai bersiap-siap mencari calon yang pas. Politik gagasan tidak perlu terjebak pada fanatisme internal partai. Tetapi bisa mulai mengkaji kandidat yang mumpuni, punya rekam jejak, dan berwawasan kebangsaan dengan pandangan jauh ke depan. Partai-partai harus mampu melihat mega trend dunia serta peran Indonesia di dalamnya.
Horizonnya diperluas secara komprehensif dari berbagai aspek kehidupan. Sosial, politik, ekonomi, seni-budaya, lingkungan, pendidikan, sains, teknologi, dan semua aspek yang saling berkaitan. Lalu bagaimana posisi Indonesia dalam kancah mega trend dunia ini. Seraya melihat faktor-faktor internal Indonesia terutama SDM, SDA, dan infrastruktur yang ada.

Dari hasil kajian dan survei-survei tentunya pimpinan partai sudah bisa melihat pasangan yang pas untuk diusung. Begitu ditentukan mereka harus mengedepankan politik gagasan, bukan berbasis primordialisme dan aspek SARA yang cenderung tidak produktif bagi masa depan bangsa.

Politik gagasan siap mengusung ide-ide masa depan yang dapat dijalankan dari saat ini. Bukan sekedar bicara di atas awan yang tidak punya pijakan di bumi. Strategi pemenangan yang bermartabat harus diangkat untuk menarik calon pemilih tanpa iming-iming uang. Masyarakat juga harus dibawa cerdas. Bukan politik sesaat berbasis materialisme.

Dan siapapun pemenangnya, semua menerima dengan lapang dada. Yakin bahwa seluruh pasangan berniat untuk kemajuan dan kebaikan Indonesia menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Seusai pemilihan, tidak perlu ada kekecewaan yang berkepanjangan. Apalagi kebencian yang membelah masyarakat berkubu-kubu. Semua harus move on untuk kemajuan bersama. Biarlah Indonesia jadi negara demokrasi yang bermartabat. Dengan demikian, tidak tertutup negara lain akan melihat Indonesia sebagai model. Insya Allah.

*Asep Saefuddin, Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) – Guru Besar Statistika FMIPA Institut Pertanian Bogor (IPB)

Sumber

KUMPARAN