tirto.id – Giring Ganesha, mantan vokalis band Nidji, mendeklarasikan diri sebagai calon Presiden RI untuk Pemilu 2024 lewat konferensi pers dan akun resminya di Youtube, Senin (24/8/2020). “Saya sadar ini enggak akan mudah,” katanya, sebab “saya terjun ke politik pada saat banyak anak muda enggak suka, sinis, atau pesimistis pada politik.” Tapi toh ia tetap maju karena beberapa alasan. Menurutnya, suka atau tidak, setiap aspek hidup seseorang dipengaruhi oleh sistem politik. Oleh karena itulah penting bagi anak muda untuk lebih peduli pada masalah politik. Jika tidak, arah masa depan akan ditentukan oleh orang lain yang tidak mengerti kebutuhan, tantangan, dan aspirasi anak muda.

“Karena itulah, saya Giring Ganesha memberanikan diri mewakili generasi saya untuk maju sebagai Presiden Republik Indonesia di 2024.” Pada Pemilu 2019, ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari Dapil I Jawa Barat. Ia meraih suara 47.069, tergolong tinggi karena berada di atas lima caleg lain yang lolos ke DPR. Namun ia tak lolos. Langkahnya ke parlemen terjegal oleh partainya sendiri, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang tak melewati ambang batas parlemen (parlementary threshold).

Pertengahan 2020, ia ditunjuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PSI. Giring menggantikan sementara Grace Natalie yang akan melanjutkan studi di luar negeri dan memilih melepas jabatannya sementara waktu. Strategi yang Buruk Pengajar ilmu politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin menilai deklarasi Giring merupakan langkah promosi dan iklan partai untuk mendapatkan atensi yang tinggi dari publik. “Giring capres 2024 itu hanya jualan,” katanya saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa (25/8/2020) siang. Ini penting karena suara PSI di tingkat nasional masih sangat kurang.

“Suka tak suka yang dijadikan ikon itu si Giring karena dia yang punya nama untuk publisitas. Beriklan agar rakyat lebih tahu tentang PSI,” Ujang menambahkan. “Itu gimik politik PSI saja agar dapat pemberitaan luas. Karena PSI tahu, soal pencapresan akan menyedot pemberitaan yang banyak.” “Saya kira ini hanya strategi PSI untuk mengambil banyak masukan dan kritik publik ke partai, dan dari situ partai bisa evaluasi internal untuk 2024.” Dan strategi itu tak bakal berhasil, katanya, sebab ia seperti mengelabui masyarakat. “Pemilih yang cerdas tahu dan tak akan memilih PSI. Soal pertanggungjawaban politik, mereka abaikan. Dan soal risikonya, apa pun itu, mereka sepertinya tak mau ambil pusing.”

Hal senada juga dikatakan pengajar komunikasi politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Anang Sujoko. Kata dia, strategi ini diterapkan karena PSI sadar suara mereka belum signifikan di level nasional. Lagipula Giring sulit bisa mencapai posisi calon presiden. Pertama masalah persyaratan. Untuk menjadi capres, ia harus didukung oleh koalisi partai–saat ini presidential treshold ditetapkan 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Artinya, PSI tak bisa mengusung calon jika tak berkoalisi. Sementara partai lain yang suaranya lebih banyak–dan dengan demikian daya tawarnya–tentu akan mengusung calon lain.

Kedua adalah masalah kompetensi. Anang menilai selama ini Giring tak terlibat organisasi besar, tak pernah duduk di kursi pejabat publik atau politik, dan prestasinya di bidang seni hanya populer sebagai penyanyi dan penulis. Atas semua alasan itu, menurutnya niat Giring maju di Pilpres 2024 “bagai pungguk merindukan bulan”–mengharapkan yang tidak mungkin terjadi. Baca juga artikel terkait GIRING GANESHA atau tulisan menarik lainnya Haris Prabowo (tirto.id – Politik) Reporter: Haris Prabowo Penulis: Haris Prabowo Editor: Rio Apinino

Sumber
tirto.id