Gowa – Seorang wanita di Gowa, Sulawesi Selatan, bernama Amriana (34) yang dipukul petugas Satpol PP saat penindakan PPKM ternyata berbohong terkait kehamilannya. Diketahui, Amriana berbohong karena takut dipukul Satpol PP.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan Amriana tidak salah bila berbohong untuk melindungi diri dari berbagai ancaman, salah satunya pemukulan.
“Bohong untuk melindungi diri boleh saja,” ujar Abdul Fickar lewat pesan singkat kepada detikcom, Jumat (23/7/2021).
Namun, pihak kepolisian harus membuktikan bila Amriana berbohong untuk menghindari pemukulan. Bila tidak terbukti ada ancaman pemukulan, maka Amriana bisa dipidana.
“Tetapi jika ancaman pukulan itu tidak ada, maka bohongnya bisa diproses pidana,” sebut Abdul Fickar.
“Pasal 242 KUHP dengan ancaman 7 tahun penjara itu mengatur soal keterangan palsu atau kebohongan yang diberikan oleh seseorang yang diminta keterangannya,” lanjutnya.
Sementara itu, Ahli hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad mengatakan hal serupa. Ia menyebut perbuatan Amriana bisa dikenai pidana karena memancing amarah masyarakat dan menyudutkan Satpol PP.
“Apa yang diperbuat itu adalah satu tindakan yang tidak sesuai dengan fakta kalau kemudian dikenakan hukuman maka bisa konstruksinya pasal 14 atau 15 undang-undang 1946 sebagaimana yang diterapkan oleh Ratna Sarumpaet,” tegas Suparji.
Suparji menyebut aksi tipu-tipu Amriana soal kehamilannya demi menghindari pemukulan Satpol PP juga tidak dibenarkan. Namun, disatu sisi, Suparji juga tidak membenarkan aksi pemukulan oleh oknum Satpol PP.
“Tidak dibenarkan dalam konteks pemukulan atau tidak dibenarkan pula dalam konteks berbohong untuk menghindari (pemukulan). Jadi kedua-duanya tidak dibenarkan,” jelasnya.
Sementara untuk pengurangan hukuman oknum Satpol PP jika wanita tersebut terbukti berbohong, Abdul dan Suparji beda pendapat. Abdul lebih memilih oknum Satpol PP tetap dipidana karena aksi pemukulan.
“Sepanjang yang dilakukan penganiayaan dengan alasan apapun tidak ada alasan pengurangannya,” terang Abdul.
Sementara Suparji, menyebut hukuman oknum Satpol PP itu bisa dikurangi. “Kalau memang (Amriana) terbukti berbohong itu bisa jadi pertimbangan buat hukuman Satpol PP itu, bahwa yang bersangkutan ternyata melakukan pemukulan tadi itu sebagai sebuah reaksi atas perbuatan dari misalnya dalam hal ini korban dan ternyata korban itu sendiri adalah tidak menyampaikan informasi sebenarnya,” jelasnya.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya
Komisi II Buka Suara
Wakil Komisi II DPR Luqman Hakim tetap minta proses hukum Mardani, eks sekretaris Satpol PP Gowa yang memukul Amriana, terus dilanjutkan.
“Jika dikemudian hari, terdapat fakta bahwa perempuan korban kekerasan aparat satpol PP tidak hamil, sama sekali tidak berpengaruh terhadap fakta telah terjadi kekerasan aparat satpol PP kepada rakyat,” ujar Luqman lewat pesan singkat kepada detikcom, Jumat (23/7/2021).
“Bagi saya, siapapun yang tega melakukan tindak kekerasan (fisik, verbal dan psikis) kepada perempuan, dengan alasan apapun, berarti dia telah kehilangan sifat kemanusiaannya. Ia lupa bahwa setiap manusia lahir dari seorang Ibu, seorang perempuan,” terangnya.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi II DPR RI lainnya, Saan Mustopa berpendapat jika wanita tersebut terbukti berbohong, maka hukuman Mardani harus dipertimbangkan.Luqman meminta kepada aparat kepolisian yang mengusut kasus kekerasan oknum Satpol PP tersebut, tetap kepada inti masalah. Menurutnya, tugas utama Satpol PP adalah menegakkan aturan untuk melindungi rakyat.
“Proses hukum bisa dipertimbangkan kembali menurut saya,” ujar Saan.
“Keadaan situasi seperti itu hindarilah hal-hal yang sifatnya spekulasi dan bisa menyerang, membuat publik itu juga emosinya terdorong menjadi sentimen kepada Satpol PP, hal-hal seperti itu dihindari,” lanjutnya.
Saan mengatakan kebohongan Amriana membuat opini masyarakat menjadi negatif ke Satpol PP. Sehingga Amriana, terang Saan, harus dihukum.
“(Amriana) harus diproses juga secara hukum dia menyebarkan kebohongan yang sudah merugikan orang,” jelas Saan.
“Kalau (aksi) mukul tetap harus diproses. Tetapi kalau ngaku hamil kan itu lain lagi,” sambungnya.
Buka halaman selanjutnya
Kebohongan Hamil 9 Bulan
Amriana disebut menolak kehamilannya dibuktikan secara medis. Dia menegaskan kehamilannya hanya bisa dibuktikan melalui pemeriksaan tukang urut. Dia juga menyebut bukti dirinya hamil dapat dilihat di postingan akun Facebook miliknya.
Amriana lalu menyebut kehamilan yang dialaminya memang agak aneh. “Kadang ini (perut) besar, sebentar agak kempes, sebentar besar, sebentar kempis,” tuturnya.
Namun Amriana mengeluarkan pernyataan yang membingungkan saat ditanya di mana dia memeriksakan kehamilannya. Dia sempat menyebut memeriksa di dokter, tapi dengan bingung dia kembali mengatakan bukan di dokter.
“Tidak, tidak, dokter, di itu, apa namanya. Tidak, tidak pernah kusuruh dokter pegang (periksa). Itu apa namanya itu he, itu terakhir di dokter, di tukang urut eh,” jawab Amriana saat ditanya dimana memeriksakan kehamilannya.
Dari pernyataannya itu, Amriana lalu diminta mempertegas di mana dia memeriksakan kehamilan. Pengakuan mengejutkan kembali dilontarkan bahwa kehamilannya tidak bisa dibuktikan dengan logika.
“Tidak, masalahnya kan ini pengobatan saya sendiri, memang tidak bisa dijangkau dengan pikiran logika,” tegasnya.
Polres Gowa melalui Satreskrim kini tengah menindaklanjuti laporan Brigade Muslim Indonesia (BMI) soal Ivan dan Amriana yang dituding berbohong.
“Pengaduan tentang berita bohong. Jadi ini kan kita baru terima laporan. Nanti kita lihat tindak lanjut Reskrim (Reserse Kriminal) bagaimana,” ujar Kasubag Humas Polres AKP Mangatas Tambunan saat dimintai konfirmasi detikcom, Jumat (23/7).
Sumber