TEMPO.CO, Jakarta -Soal Front Pembela Islam atau FPI dibubarkan, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai langkah pemerintah itu lantaran khawatir organisasi masyarakat Islam itu semakin besar.
Begitu juga dengan penahanan pemimpin mereka Rizieq Shihab.
“Jika FPI tak dibubarkan dan HRS dibiarkan, maka akan semakin besar,” kata Ujang melalui pesan singkat, Jumat, 1 Januari 2021.
Menurut dia, FPI bisa menjadi kekuatan politik yang cukup besar dan pemimpinnya bakal menjadi simbol kekuatan baru oposisi pemerintah Joko Widodo atau Jokowi saat ini.
Jika pengaruhnya besarnya di masyarakat dibiarkan, menurut Ujang lagi, “Tentu akan merepotkan pemerintah di kemudian hari.”
Ujang melihat saat ini kepercayaan publik terhadap pemerintah sangat rendah. Hal ini diperparah dengan kondisi rakyat yang semakin susah di tengah pandemi. Sosok seperti Rizieq Shihab berpotensi menjadi simbol perlawanan baru yang semakin besar jika tetap dibiarkan.
“Jadi sebelum benar-benar besar sekali, maka dipotong dan digunting di tengah jalan dengan cara HRS di tahan dan FPI-nya dibubarkan.”
Pemerintah, kata dia, memang bisa berdalih dengan menganggap FPI sebagai ormas yang berbahaya sehingga dibubarkan. Namun, cara pemerintah menangani FPI bakal dianggap tidak adil oleh sebagian masyarakat.
Selain itu, pembubaran FPI pun tidak bakal menghentikan kegiatan ormas tersebut. FPI, kata dia, sudah bisa diprediksi bakal membuat ormas baru sesuai dengan pernyataan Rizieq dan pemimpin lain organisasi itu. “Jika FPI dibubarkan, maka akan bentuk organisasi lain yang nama singkatannya juga FPI.”
Sumber