Gerakan anti rasisme di berbagai belahan dunia mampu menginpirasi banyak pihak untuk menyuarakan hal yang sama. Tak terkecuali bagi pakar hukum Universitas Al Azhar Suparji Ahmad.
Suparji mengatakan rasisme merupakan ancaman nyata bagi keutuhan bangsa. Untuk itu gerakan anti rasisme harus disuarakan dan pelaku harus dihukum seadil-adilnya. Kendati begitu, menurutnya berbagai aspirasi dan ekspresi harus dilakukan dalam koridor hukum.
“Penyelesaian masalah hukum juga harus berdasarkan hukum yang independen tanpa politisasi hukum,” katanya dalam diskusi virtual “Menguak Akar Konflik Berkepanjangan di Papua” yang diselenggarakan Human Studies Institue, kemarin.
Papua, ujar Suparji, contoh nyata yang kerap kali terjadi tindakan rasisme di Indonesia. Padahal dalam resolusi PBB 2504, Papua merupakan wilayah NKRI yang sudah final. “Untuk menegakkan dan meneguhkan Papua bagian dari NKRI, hukum harus dilaksanakan sebagaimana mestinya,” tegas Suparji.
Hal serupa diungkapkan aktivis asal Papua, Mamat Alkatiri. Dia menegaskan rasisme merupakan musuh bersama. Dia bilang tak ada tempat untuk rasisme. “Di manapun, bukan hanya bagi Papua tapi bagi seluruh umat manusia” tukasnya berapi-api.
Di kesempatan sama, peneliti senior LIPI Cahyo Pamungkas menilai tindakan rasisme bisa mengikis kepercayaan minoritas. Sementara, lanjut Cahyo, indikator rasisme itu jelas. “Tindakan rasisme ini kan menganggap rasnya lebih tinggi dari yang lain. Tidak semua yang mengarah kepada makian, ejekan, atau hinaan itu adalah tindakan rasis” papar Cahyo. [UMM]
Sumber
Rakyat Merdeka