Momentum Ramadhan di tengah situasi pandemi Covid-19 memberikan hikmah tersendiri bagi umat Islam. Anjuran untuk tinggal di rumah membuat setiap keluarga muslim memiliki kesempatan untuk lebih banyak mengerjakan ibadah secara berjamaah. Tidak hanya salat berjamaah, ibadah lain seperti membaca Alquran, berzikir, dan mengajari anak-anak tentang ilmu agama juga tersedia waktu lebih banyak.
Bahu membahu membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan pertolongan di tengah situasi saat ini juga tersedia waktu banyak. Sebab, puasa yang diwajibkan kepada umat Islam, secara sosiologis, hakikatnya adalah instrumen untuk memberikan kesadaran kebersamaan kepada kita sehingga bisa merasakan apa yang dirasakan fakir miskin.
Dengan lapar dan dahaga itu terketuk di hati kita untuk mengulurkan tangan, membantu (memberi sedekah) saudara-saudara kita yang kelaparan. “Puasa di tengah Covid-19 ini akan semakin menguatkan kita untuk beribadah kepada Allah SWT dan berbuat baik kepada sesama untuk saling membantu. Artinya, dengan kata lain, puasa dapat membentuk kesalehan individu dan sosial,” kata Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis saat dihubungi kemarin.
Allah SWT memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Segala sesuatu yang diciptakan tidak ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti demi kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut, ibadah puasa mempunyai manfaat sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari segi rohani, tetapi juga dalam segi lahiri.
Barang siapa yang melakukannya dengan ikhlas dan sesuai aturan, maka akan diberi ganjaran yang besar oleh Allah. “Puasa mempunyai pengaruh menyeluruh baik secara individu maupun masyarakat. Kepada Allah (hablun minallah), sedangkan hubungan horizontal adalah hubungan muamalah kita kepada sesama muslim dan makhluk Allah lainnya (hablun minan-nas).
Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Asep Saefuddin mengartikan tatanan baru di mana orang harus bekerja ataupun belajar dari rumah pada Ramadan kali ini sebagai kesempatan total ibadah. Dia mengatakan, tahun sebelumnya ketika bulan Ramadan datang umat Islam tidak hanya disibukkan oleh aktivitas di kantor, namun juga kegiatan lain. Misalnya buka bersama para kolega.
“Ibadah puasa itu saya mengartikannya sebagai total ibadah sehingga pada saat kita diharuskan ’di rumah saja’, termasuk kegiatan ibadah tarawih, itu banyak hikmahnya,” katanya kemarin.
Asep mengatakan, sibuknya kegiatan seseorang di bulan Ramadan pada masa normal membuat tatap muka dengan keluarga di rumah jarang dilakukan. Kali ini, ketika pandemi Covid-19 melanda negeri, keluarga pun bisa berinteraksi dengan lebih banyak. Orang tua bisa memandu anak berpuasa dengan maksimal dan bisa mendampingi mereka dalam ibadah lain.
“Selain itu, berpuasa dalam pola WFH (work from home) ini berarti banyak waktu itu ibadah lain seperti baca Quran, baca buku, menulis. Dengan demikian, puasa WFH dapat meningkatkan kekeluargaan, kebersamaan, kepedulian, dan ibadah,” ujarnya.
Asep melanjutkan, wabah Covid-19 ini memang telah banyak mengubah kebiasaan masyarakat. Kegiatan ibadah seperti tarawih yang biasa dilakukan berjamaah di masjid kini harus dilakukan di rumah. Namun, dari kondisi ini intinya menghindari mudarat lebih baik daripada mencari manfaat. Tentu, bukan ibadahnya yang dilarang, katanya, tetapi berjamaah di tempat beribadah (masjid, musala) yang tidak diperbolehkan. “Karena faktanya penyebaran Covid-19 itu bisa terjadi melalui orang ke orang yang berdekatan,” tuturnya.
Hikmah lainnya ialah kepedulian terhadap sesama bisa ditingkatkan di tengah pandemi Covid-19 ini. Buka bersama yang biasanya dilakukan secara fisik, misalnya, kini bisa dilakukan lewat daring. Adapun biaya buka bersama bisa dibelikan nasi kotak dan dibagikan ke mereka yang memerlukan, seperti panti asuhan atau para pengusaha kecil yang tidak ada pembelinya, dan orang yang terkena PHK.
Ketua Ikatan Sarjana Quran Hadis Indonesia Fauzan Amin mengatakan, kehadiran Ramadan bersamaan dengan pandemi wabah korona di semua wilayah di negeri ini seharusnya menjadi kesempatan bagi seluruh umat Islam menjadikannya sebagai puasa paling istimewa.
Disebut istimewa karena pada Ramadhan sebelumnya semua orang bebas menjalankan ibadah seperti tarawih dan iktikaf di masjid. Tapi, kali ini ibadah-ibadah tersebut harus dilakukannya di rumah. Selain itu, dampak lain seperti ekonomi dan pembatasan akses akan mengganggu kenyamanan beribadah. “Jika semua dijalani dengan sabar akan mendatangkan pahala berlipat-lipat daripada ibadah biasa tanpa rintangan,” katanya.
Fauzan memberi kesimpulan bahwa semakin sulit kita meraih sesuatu akan semakin puas jika hasil atau target yang kita inginkan itu tercapai. Maka, dia berharap target pahala dari ibadah puasa yang dijalankan umat Islam di tengah wabah yang tengah melanda mendapatkan pahala dan juga rida Allah SWT. (M Yamin/Sindonews)
Sumber
Sindonews