JAKARTA – Pilpres 2024 diprediksi masih akan diwarnai oleh perang buzzer atau pendengung. Fenomena perang buzzer sebelumnya terjadi pada Pilpres 2014 dan 2019. “ Pilpres 2024 masih akan diwarnai dengan perang siber via buzzer-buzzer, bahkan akan semakin terstruktur, masif, dan sistematis (TSM),” ujar Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin kepada SINDOnews, Sabtu (19/2/2022). Jadi, kata Ujang, para kandidat Pilpres 2024 masih akan menggunakan buzzer untuk melakukan pencitraan dan membusuk-busuki lawan. “Pilpres 2024 tanpa buzzer itu mustahil. Karena buzzer sudah menjadi bagian inheren dalam strategi pemenangan para capres dan cawapres,” kata Ujang.
Namun, menurut Ujang, mestinya jangan ada buzzer. Karena, dia menilai buzzer itu perusak. “Namun buzzer tak dapat terhindarkan dalam setiap momen politik termasuk pilpres,” pungkasnya. Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah juga menilai idealnya setiap helatan pemilihan tidak perlu ada buzzer. “Tetapi situasi dan kondisi demokrasi kita saat ini memungkinkan tumbuh suburnya buzzer politik, kecuali ada regulasi yang kuat adanya aturan terkait propaganda politik di ruang siber,” ujar Dedi kepada SINDOnews secara terpisah.
Menurut Dedi, sejauh ini untuk menghalangi munculnya buzzer politik itu cukup sulit, karena bebasnya akses informasi teknologi. Dia juga menilai dilematis, satu sisi memberikan kebebasan publik adalah hak demokrasi, sisi lainnya kebebasan itu tidak terkontrol. Meskipun, lanjut dia, risiko yang dihadapi adalah perpecahan publik. “Munculnya buzzer politik menandai minimnya kualitas politik gagasan, sehingga jalan instan yang ditempuh dengan lakukan buzzering,” pungkasnya.
Sumber