TEMPO.CO, Jakarta – Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menilai pencalonan Gibran Rakabuming Raka di Pilkada Solo sebagai gejala langgengnya dinasti politik dan menguatnya oligarki. Putra sulung Presiden Joko Widodo itu resmi mengantongi rekomendasi dari DPP PDIP untuk maju sebagai calon Wali Kota Solo pada 17 Juli lalu.

“Munculnya nama Gibran ini merupakan gejala menguat dan terkonsolidasinya oligarki dan dinasti politik,” ujar Ujang saat dihubungi Tempo pada Ahad, 19 Juli 2020.

Menurut Ujang, PDIP semestinya memunculkan kader-kader internal terbaik untuk menjadi kepala daerah. “Bukan mencomot orang dari luar, yang tidak pernah berkeringat dan berdarah-darah untuk partai. Kasus Gibran ini menandakan bahwa partai politik belum siap untuk melahirkan kader-kader calon pemimpin daerah dan bangsa,” ujarnya.

Ujang menilai pertimbangan PDIP mengusung Gibran hanya dari sisi politis semata. Sementara dari sisi kapabilitas, Gibran belum memiliki pengalaman.

“Ini demi menjaga keseimbangan politik dan menjaga hubungan baik dengan Jokowi. Karena jika PDIP tidak merekomendasikan Gibran menjadi Cawalkot Solo, maka sama saja PDIP menampar muka keluarga Jokowi,” kata Jokowi.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah juga menyampaikan pendapat serupa. Pencalonan Gibran, kata Dedi, justru memperburuk citra PDIP. “Ini penanda buruk bagi PDIP karena akan dianggap sebagai Parpol yang melanggengkan dinasti politik,” ujar Dedi saat dihubungi Tempo, Jumat, 17 Juli 2020.

Dedi juga menyayangkan dukungan Presiden Jokowi terhadap pencalonan Gibran. Menurut dia, keputusan itu tak elok dan bisa menjadi upaya melanggengkan dinasti politik. “Sangat disayangkan, Jokowi harusnya memberi tauladan, bukan malah ikut terlibat dalam upaya melangsungkan dinasti politiknya,” ujarnya.

Sumber
TEMPO.CO