REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menanggapi terkait wacana para aktor yang bisa mengubah amendemen UUD 1945. Sehingga, Presiden bisa menjabat selama tiga periode. Menurutnya, hal ini boleh saja mereka tentukan, tapi harus diingat negara ini milik masyarakat.
“Boleh-boleh saja mereka bisa tentukan amandemen UUD 1945 hanya untuk akomodasi kepetingan Jokowi dan oligarki. Namun, negara ini, bukan milik mereka. Negara ini milik rakyat. Rakyat akan menolak amandemen tersebut. Karena rakyat tidak butuh amandemen. Rakyat butuh makan dan pekerjaan,” katanya saat dihubungi Republika, Senin (21/6).
Dikatakannya, peluang kemungkinan ada tiga periode ini dalam politik, mungkin saja. Hanya saja, mereka semua mengkhinati amanah reformasi dan ingin melanggengkan jabatan mereka semua.
Mereka semua tersandera secara politik dan hukum. Maka, bisa saja akan dilaksanakan.
“Tapi ingat, masyarakat akan nolak. Dan ini bisa dikhawatirkan akan chaos. Rakyat sedang susah dan tidak butuh tiga periode. Rakyat bisa melawan,” kata dia.
Dia menambahkan, jika tiga periode dijalankan, maka negara akan semakin terperosok pada banyaknya utang negara yang menggunung. Utang BUMN yang membengkak, dan masyarakat akan semakin ketakutan mengkritik, serta demokrasi makin turun dan sebagainya.
“Selama ini rakyat diam. Tapi, jika ini beneran terjadi, rakyat akan melawan. Karena, hal itu membuat rakyatnya semakin susah dan demokrasi di Indonesia akan hancur,” kata dia.
Sebelumnya diketahui, pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengungkapkan, aktor-aktor penentu arah wacana amendemen UUD 1945. Dia berpendapat, para aktor ini dapat menentukan apakah amendemen berikutnya dapat terealisasi atau tidak.
Pernyataan Refly sekaligus menanggapi wacana Jokowi 3 periode yang kembali mengemuka pasca syukuran Kantor Sekretariat Nasional Komunitas Jokowi-Prabowo untuk Pilpres 2024 di Jakarta, Sabtu (19/6). Wacana Jokowi 3 periode hanya dimungkinkan kalau amendemen UUD 1945 kembali dilakukan.
“Secara politik, amendemen itu bisa terlaksana cukup dengan kehendak segelintir elite saja,” kata Refly kepada Republika, Ahad (20/6).
Refly mengungkapkan elite yang perlu menyepakati amendemen, yakni Presiden Jokowi, Ketum PDIP Megawati, Ketum Gerindra Prabowo, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum NasDem Surya Paloh, Ketum PKB Muhaimin dan Ketum PPP Suharso Monoarfa. Dukungan dari parpol koalisi pendukung pemerintah amat penting guna merealisasikan wacana tersebut.
Sumber