KIBLAT.NET, Jakarta – Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menegaskan bahwa jika pelaku kasus Novel Baswedan dihukum satu tahun penjara maka tidak menimbulkan efek jera.

“Dengan hukuman yang seperti sekarang jelas tidak akan menjerakan, tidak mengedukasi. Jelas seorang penyidik senior yang kehilangan matanya, lalu orang yang melakukan hanya dituntut satu tahun,” katanya kepada Kiblat.net pada Sabtu (13/06/2020).

Ia lantas membandingkan dengan kasus Bahar bin Smith yang menganiaya tidak sampai menimbulkan cacat permanen tetapi tuntutannya besar. “Jadi ini akan menjadi pertanyaan besar bagaimana persamaan di depan hukum,” ucapnya.

Suparji juga menanggapi argumen JPU yang menyebutkan bahwa tuntutan ringan karena pelaku kooperatif dan sudah meminta maaf. Ia mempertanyakan kenapa bisa disebut kooperatif padahal pelaku tidak ditemukan selama tiga tahun.

“Sudah begitu banyak energi yang dibuang, sudah begitu banyak perhatian orang terhadap kasus itu, masak dianggap kooperatif. Mungkin dianggap kooperatif saat persidangna, tapi bukan bagian terpisahkan dari proses-proses hukum itu,” paparnya.

“Lalu soal minta maaf. Artinya minta kepada korban, keluarga, tidak kemudian minta maaf di depan pengadilan terus dia menganggap sudah selesai perkara. Saya kira alasan meringankan itu mengada-ada,” sambungnya.

Maka, ia menegaskan bahwa hakim perlu progresif, bisa menyelami rasa keadilan masyarakat. Hakim, kata dia, harus independen, netral, betul betul memahami fakta persedingan dan rentetan perkara.

“Tidak perlu terjebak pada tuntutan jaksa tapi harus punya keyakinan sendiri. Yaitu demi keadilan yang berdasarkan ketuhanan yang maha Esa,” pungkasnya.

Reporter: Taufiq Ishaq
Editor: Izhar Zulfikar

Sumber
Kiblat