REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Imbauan Moeldoko yang mempersilakan masyarakat mengkritik pemerintah dinilai menunjukkan adanya perlindungan dan jaminan hukum kepada pihak-pihak yang akan menyampaikan pendapat. Menurut Guru Besar Tetap Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Prof. Agus Surono, penyataan Kepala Staf Kantor Presiden (KSP) ini sesuai dengan ketentuan Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945.
“Tentu dalam menyampaikan pendapat tersebut meskipun dijamin dalam konstitusi, namun juga tetap harus memperhatikan etika atau kesopanan yang selalu memperhatikan budaya ketimuran dalam menyampaikan pendapatnya,” kata Agus di Jakarta, Senin (15/2).
Menurut Agus, kritik yang disampaikan sejatinya dalam rangka memperbaiki pendapat atau perilaku seseorang. Sebaliknya, bukan didasarkan atas kebencian terhadap orangnya yang tidak didasarkan pada fakta-fakta atas hasil pengamatan.
“Kritik hendaknya dilakukan dengan menggunakan pilihan kata yang tidak menyinggung perasaan, sopan dan bijaksana. Tetapi, tetap tidak mengurangi esensi kritiknya sehingga pihak atau orang yang dikritik justru berterimakasih atas kritik tersebut, yang didalam kontek negara hukum baik dalam UUD 1945 (Konstitusi) maupun dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga dilindungi secara hukum,” kata Agus.
Agus menjelaskan, kritik sangat berbeda dengan ujaran kebencian, fitnah, dan penghinaan yang dilakukan dengan narasi yang menyinggung perasaan. Ia mengatakan, sejak tanggal 21 April 2008, Hate Speech yang dilakukan di media sosial telah diatur pada Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa meskpiun kritik tersebut dijamin dalam Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945. Namun, kata dia, bila penyampaian pendapat tersebut bukanlah kritik sebagaimana dimaksud dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan juga mengarah kepada adanya fitnah, penghinaan dan juga kebencian, maka perbuatan tersebut bukanlah merupakan kritik.
“Justru dapat dimintai pertanggungjawaban pidana sebagaimana ketiga peraturan perundang-undangan tersebut diatas baik yang terdapat dalam KUHP, UU ITE dan juga UU hal itu tentu Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,” kata dia.
“Apa yang saya sampaikan ini juga konsisten dengan berbagai pandangan saya dalam beberapa kesempatan terutama terkait soal masalah hukum, antara lain bagaimana kita seharusnya bersikap sebagai komponen bangsa dalam negara hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang selalu saya mengutip Guru saya yaitu Prof. Satjipto Rahardjo yang selalu mengingatkan untuk berhukum dengan hati,” ujarnya menambahkan.
Sebelumnya, Kepala KSP Moeldoko meminta masyarakat untuk tidak ragu melaporkan masalah kepada pemerintah. Ia memastikan mereka yang membuat laporan tidak akan ditangkap.
Sumber