tirto.id – Partai Demokrat akhirnya turut serta dalam pembahasan RUU Cipta Kerja, sebuah peraturan yang ditolak luas oleh serikat buruh dan kelompok sipil lain. Sebelumnya mereka memilih menarik diri dari panitia kerja (panja) dan meminta pembahasan ditunda. Sejak Februari atau sebelum pandemi, Partai Demokrat tergolong sering mengkritik RUU Cipta Kerja. Mereka menilai banyak pasal bermasalah dan meminta RUU itu ditarik dari DPR karena diprotes publik. Mereka tidak sendirian. Posisi politik PKS juga sama.
Pada pertengahan April, ketika kasus COVID-19 semakin tinggi, dua partai itu kompak meminta produk sapu jagat ditunda selama pandemi belum mereda. Akhir April, partai yang didirikan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu akhirnya menarik diri dari Panja RUU Cipta Kerja. Alasannya: partai ingin fokus penanganan COVID-19. Salah satu anggota fraksi, Hinca IP Pandjaitan XIII, mengatakan salah satu alasan mengapa Partai Demokrat akhirnya ikut pembahasan RUU Cipta Kerja adalah karena dinamisnya pembahasan di masyarakat yang memicu pro dan kontra, terutama terkait persoalan ketenagakerjaan. “Dan banyaknya harapan masyarakat kepada Partai Demokrat untuk terus-menerus memperjuangkan kepentingan rakyat,” kata Hinca lewat keterangan tertulis, Rabu (26/8/2020). Tiga anggota Fraksi Partai Demokrat yang ditugaskan ikut membahas RUU Cipta Kerja adalah Bambang Purwanto, Hinca Pandjaitan, dan Benny K. Harman.
Barter Kepentingan? Pengajar ilmu politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin menduga langkah Partai Demokrat kembali membahas RUU Cipta Kerja, yang dibuat dengan metode omnibus law, terkait dengan kepentingan mereka di Pilkada 2020. Itu pula kenapa keputusan ini dilakukan setelah mereka melakukan kunjungan politik ke partai-partai koalisi pemerintah.
“Bisa saja Demokrat sedang membidik sesuatu. Bisa saja kompromi terkait persoalan pilkada,” kata Ujang saat dihubungi wartawan Tirto, Kamis (27/8/2020) siang. Safari politik Partai Demokrat dimulai pada paruh kedua 2020. Mereka menyambangi partai-partai koalisi pemerintah, yang mendukung RUU Cipta Kerja, untuk membahas kerja sama Pilkada 2020. Pada 25 Juni, Partai Demokrat menyambangi Partai Golkar. Keduanya sepakat akan berkoalisi di 33 daerah. Satu bulan setelahnya, 24 Juli, Partai Demokrat menyambangi PKS. Lagi-lagi untuk membahas kemungkinan kerja sama dalam Pilkada 2020. Lima hari setelahnya, giliran PAN yang disambangi. Safari yang lumayan mengejutkan terjadi pada 6 Agustus lalu. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) datang ke DPR RI untuk bertemu Ketua DPR RI Puan Maharani, politikus dari PDIP. Disebut mengejutkan karena kedua partai sudah lama bersaing. SBY dang Megawati Soekarnoputri pun sudah lama ‘berkonflik’. Di sana mereka membahas kerja sama di 28 daerah.
Sejauh ini PPP adalah partai terakhir yang dikunjungi Partai Demokrat. Pada 12 Agustus lalu, mereka sepakat mengusung 23 pasangan calon di Pilkada 2020. Kecenderungan barter kepentingan–antara RUU Cipta Kerja dan Pilkada 2020–kata Ujang, semakin mungkin karena sejak awal Partai Demokrat tak pernah mendeklarasikan diri sebagai oposisi. Partai Demokrat lebih senang ‘main’ di tengah, yang akhirnya lebih bisa adaptif, ketimbang, misalnya, PKS. “Jika harus menjadi oposisi, mungkin masih belum siap. Makanya main di tengah dan cenderung kompromi, disesuaikan dengan kepentingan politik,” katanya. “Di politik praktis merupakan hal yang wajar. Karena semuanya dinilai berdasarkan pragmatisme, transaksional, dan kompromistis berdasarkan kepentingan sesaat.”
Anggota Badan Legislasi DPR RI Fraksi PKS Bukhori Yusuf juga menilai serupa kendati tak ingin berspekulasi terlalu jauh. “Segala kemungkinan dalam politik itu bisa terjadi. Tetapi saya masih berharap agar Demokrat hadir untuk mengkritisi lebih tajam,” katanya saat dihubungi wartawan Tirto. Bahkan, kata Bukhori, PKS sangat siap jika akhirnya Partai Demokrat mendukung RUU Cipta Kerja sehingga PKS jadi satu-satunya oposisi.
“PKS tetap siap dalam segala situasi apa pun,” katanya. Dugaan Partai Demokrat melunak setelah safari politik ditepis oleh Hinca Pandjaitan. “Tudingan itu tak beralasan sama sekali,” kata Hinca saat dikonfirmasi wartawan Tirto, Kamis sore. Menurutnya langkah Ketua Umum Partai Demokrat AHY bersafari wajar dilakukan karena baru saja menjabat. Hinca menegaskan safari politik yang dilakukan AHY ke partai-partai koalisi pemerintah yang mendukung RUU Cipta Kerja tak akan mengubah sikap partai untuk tetap kritis terhadap rancangan peraturan tersebut. “Kami siap tempur dari dalam, bahkan beberapa pasal krusial kami minta di-pending (ditunda),” katanya. Baca juga artikel terkait RUU CIPTA KERJA atau tulisan menarik lainnya Haris Prabowo (tirto.id – Politik)
Sumber
Tirto.id