JAKARTA – Publik kecewa dengan tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum terhadap dua terdakwa kasus penganiayaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Sebab, jaksa menuntut Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette hukuman setahun penjara.

Hanya saja, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad menilai masih ada kemungkinan hakim memberikan hukuman berat kepada kedua tersangka tersebut.

Apalagi, hakim memiliki kebebasan dan independensi untuk memutuskan perkara berdasarkan keyakinannya dan fakta persidangan.

“Mungkin hakim punya keyakinan lain dengan jaksa. Kalau jaksa dia bilang yang terpenuhi Pasal 353 pada dakwaan primernya Pasal 355,” kata Suparji saat dihubungi VOI lewat sambungan telepon, Sabtu, 13 Juni.

Diketahui, dalam sidang tuntutan tersebut, jaksa menuntut dua orang tersebut dengan didasarkan dakwaan pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal 353 ini mengatur soal hukuman terhadap tindak pidana penganiayaan yang terdapat tiga ayat.

Pada ayat (1) disebutkan, penganiayaan dengan rencana lebih dahulu diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Ayat (2) menyatakan, jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Selanjutnya pada ayat (3) menyebut, jika perbuatan itu mengakibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Sehingga, berkaca dari pasal tersebut, Suparji menilai masih ada harapan bagi hakim untuk menjatuhkan vonis lebih dari satu tahun penjara.

“Ancaman pasal 353 kan sampai empat tahun, bukan hanya setahun. Maka menurut saya, peluang hakim memvonis lebih dari tuntutan itu memungkinkan,” jelasnya.

Hanya saja, kemungkinan ancaman pidana lebih berat dari tuntutan sangat bergantung pada hakim. Suparji menilai, hakim harus mampu mendengar keadilan dari masyarakat agar mampu memberikan efek jera dan edukasi kepada masyarakat.

Keadilan, sambungnya, perlu dijunjung tinggi dalam kasus ini. Sebab, akibat perbuatan Ronny Bugis dan Rahmat Kadir, penyidik senior di lembaga antirasuah tersebut terpaksa kehilangan pengelihatannya. Lagipula, tuntutan setahun penjara ini dianggap tidak memenuhi rasa keadilan.

“Coba bandingkan dengan kasus lain, misalnya, kasus Ahmad Dhani dan Buni Yani. Itu yang sama sekali tidak ada menyakiti fisik, vonisnya lebih berat dari (kasus penganiayaan terhadap Novel) itu, tuntutannya lebih berat dari itu,” tegasnya.

Sehingga, dia berharap agar hakim dalam persidangan ini bisa memutuskan hukuman seberat-beratnya bagi kedua terdakwa ini. Putusan dalam kasus ini, kata dia, akan memberikan efek kepada aparat hukum lainnya untuk bekerja dengan tenang, aman, dan nyaman.

Mengingat, tuntutan setahun penjara yang diajukan oleh jaksa ini juga memberikan dampak bagi aparat penegak hukum lain. “Kalau begini orang jadi ragu-ragu bekerja. Karena ternyata negara tidak hadir untuk melindungi,” ungkap dia.

“Karena mestinya jaksa sebagai alat negara hadir untuk melindungi dengan memberikan hukuman terhadap orang yang menyerang alat negara,” imbuhnya.

Tidak heran dengan tuntutan setahun yang diajukan jaksa
Suparji mengatakan dirinya tidak heran dengan tuntutan jaksa dalam sidang tersebut. Mengingat, proses hukum ini dianggapnya sebagai sebuah sandiwara belaka untuk memenuhi kewajiban pengusutan kasus penganiayaan tersebut.

“Saya cenderung berpendapat proses hukum ini tidak lain hanya membatalkan sebuah kewajiban bahwa ada orang yang harus dihukum terhadap kasus Novel tapi fakta yang sebenarnya tidak terungkap,” katanya.

Salah satu buktinya, sambung Suparji, adanya perbedaan motif antara hasil dari tim investigasi yang menangani penganiayaan tersebut dengan fakta yang ada belakangan ini.

“Tim investigasi mengatakan Novel Baswedan diserang oleh orang yang motifnya adalah karena Novel menangani perkara (korupsi) high profile. Tapi kan sekarang berbeda. Novel dianggap mengingkari korpsnya. Itu kan sesuatu yang berbeda dan ini sebuah sandiwara yang terang benderang,” ungkapnya.

Suparji mengatakan, proses panjang dalam kasus ini cukup terlihat sandiwara jika hanya diakhiri oleh hukuman selama setahun penjara bagi dua terdakwa. Sehingga, dia berharap hakim tidak terjebak dalam sandiwara yang ada.

Menurutnya, hakim harus mampu menerapkan hukuman seadil-adilnya dan yang sesuai dengan keinginan masyarakat ingin agar penganiaya Novel Baswedan tersebut bisa dihukum seberat-beratnya.

“Bahwa masyarakat menyuarakan orang yang seperti itu, yang sudah menyelamatkan uang negara sampai luka, sampai cacat matanya, mestinya pelaku dihukum seberat-beratnya,” tegas dia.

Sebelumnya, dua terdakwa penyiram air keras terhadap Novel Baswedan yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dituntut setahun penjara. Jaksa menilai keduanya terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibat luka berat.

Dalam persidangan tersebut, Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel dengan menggunakan cairan asam sulfat yang disiramkan.

Sedangkan Ronny dituntut karena dianggap terlibat dalam penganiayaan tersebut karena membantu Rahmat.

Jaksa menilai kedua terdakwa tidak memenuhi unsur dakwaan primer mengenai penganiayaan berat dari Pasal 355 Ayat 1 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebab, cairan yang disiramkan Rahmat tak sengaja mengenai mata Novel. “Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke Novel Baswedan,” kata jaksa saat membacakan tuntutannya pada Kamis, 11 Juni yang lalu.

“Tapi di luar dugaan ternyata mengenai mata Novel Baswedan yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen saja artinya cacat permanen sehingga unsur dakwaan primer tidak terpenuhi,” sambungnya.

Atas perbuatannya, Rahmat dan Ronny kemudian dinilai melanggar Pasal 353 Ayat 2 KUHP Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu.

Sumber
VOI