Jakarta, CNN Indonesia — Sejumlah aktivis Islam mendeklarasikan pendirian kembali Partai Masyumi dalam tajuk Masyumi Reborn. Masyumi terbentuk diklaim sebagai buah keresahan para aktivis ihwal ketiadaan partai yang benar-benar menjunjung ideologi Islam.
Partai itu pun langsung memasang target untuk merekrut nama-nama besar. Beberapa di antaranya adalah Ustaz Abdul Somad, Imam Besar FPI Rizieq Shihab, hingga mantan Ketua MPR Amien Rais. Partai ini menyasar pasar pemilih yang tidak besar: pemilih muslim.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo menilai pasar suara partai Islam di Indonesia masih terbilang kecil. Pasar yang kecil itu pun, kata dia, juga telah dicengkeram empat partai sebelumnya. Sejak Pemilu 1999, suara partai Islam selalu didominasi empat partai, yaitu PKB, PKS, PPP, dan PAN.

“Saya agak susah melihatnya karena Islam yang urban sudah dibagi antara PAN dan PKS. Islam rural PKB sama PPP. Jadi mau cari ceruk lain? Terus terang saya tidak tahu Masyumi baru ini bagaimana,” kata Kunto kepada CNNIndonesia.com, Senin (9/11).

Kunto juga berpendapat Masyumi tak punya target pemilih yang jelas. Ia menyebut Masyumi hanya bisa menyasar pemilih yang suka bernostalgia akan kejayaan Masyumi di masa lalu. Secara tegas, Kunto menyebut keputusan itu keliru. Menurutnya, menjual Masyumi sudah pernah dilakukan PBB dan nyatanya tak terlalu berhasil.

“Menurut saya wishful thinking (berangan-angan) kalau berusaha dengan cara yang sama dan mengharapkan hasil berbeda, kata Einstein orang gila,” ucap Kunto.

Dalam catatan perjalanan politik di Indonesia, pada 1999, ada sekitar 17 partai berideologi Islam dari 48 peserta pemilu. Total suara yang diraih seluruh partai Islam pada 1999 hanya sekitar 36 persen. Di pemilu itu, ada dua partai yang mengatasnamakan Masyumi. Partai Masyumi hanya meraih 456.718 suara, sedangkan Partai Masyumi Baru memperoleh 152.589 suara.

Lima tahun berikutnya, ada 7 partai Islam yang ikut pemilu dengan total suara 38,33 persen. Sejak Pemilu 2004, tak ada lagi Partai Masyumi. PBB hadir dan mengklaim sebagai penerus Masyumi.

Kemudian di 2009, jumlah partai Islam bertambah jadi 9 parpol, tapi suara turun jadi 29,16 persen. Pada Pemilu 2014, ada lima partai berideologi Islam dengan total raihan 31,41 persen. Sementara di Pemilu 2019, raihan partai Islam turun kembali jadi 30,05 persen.

Dihubungi terpisah, Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin juga menilai langkah Masyumi akan berat. Sebab partai ini hanya mengandalkan romantisme Orde Lama.

Masyumi dinilai tidak membaca peta potensi suara yang ada saat ini. Ujang berkata potensi suara terbesar adalah anak muda. Kemungkinan besar, ucapnya, anak muda tak mengenal siapa Masyumi.

“Milenial 60 persen pemilih di 2024 nanti, mereka tidak banyak kenal Masyumi. Ya jadi seperti partai baru saja,” ujar Ujang kepada CNNIndonesia.com.

Kans Tipis Masyumi

Ujang berpendapat masih ada kans bagi Masyumi untuk masuk di perpolitikan Indonesia. Ia mengatakan Masyumi butuh tokoh mumpuni di tingkat nasional dan daerah untuk menggerakkan partai.

Menurutnya, harus ada tokoh yang kaya raya untuk mendanai operasional partai. Selain itu, harus ada tokoh yang bisa menarik simpati pemilih potensial.

“Bukan hanya reborn. Jangkauannya anak-anak muda. Bisa dengan menarik dai-dai muda. Kalau enggak, ya akan kalah dengan partai yang sudah ada,” tuturnya.

Sementara Kunto menyarankan Masyumi untuk merebut suara dari Partai Gerindra. Menurutnya, selama ini sebagian suara Gerindra dipasok oleh kalangan 212 yang dekat dengan Prabowo.

Masyumi, kata dia, punya kesempatan merebut suara itu. Sebab beberapa tokoh 212 masuk barisan Masyumi, seperti Tengku Zulkarnain dan Abdullah Hehamahua.

“Sulit, kecuali mereka punya strategi untuk menggerogoti suara dari Gerindra,” tutur Kunto.

Sumber
CNN Indonesia