REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Haura Hafizhah, Nawir Arsyad Akbar

Sejumlah survei menemukan kenaikan elektabilitas dari kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo. Dalam sebuah survei bahkan elektabilitas Ganjar menyamai Prabowo Subianto.

Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menilai, meski survei menunjukkan elektabilitas Ganjar tinggi tapi PDIP tidak akan mengusungnya. PDIP diyakininya akan tetap mengusung Puan Maharani.

“Walaupun elektabilitas Ganjar tinggi. PDIP mungkin punya skenario sendiri terkait Pilpres 2024 nanti, mungkin Megawati punya jagonya sendiri, bisa saja putri mahkotanya sendiri Puan,” katanya saat dihubungi Republika, Senin (25/10).

Kemudian, ia melanjutkan PDIP punya pertimbangan sendiri soal mendorong atau tidak Ganjar. Bisa saja rugi, karena Ganjar punya elektabilitas tinggi. Namun, PDIP punya kalkulasi politik sendiri terkait hal itu.

Ia menambahkan bukan mana yang lebih kuat dari kedua pasangan tersebut. Pasangan Prabowo-Ganjar sulit terealisasi. Karena Puan tersingkirkan. Yang mungkin Prabowo-Puan dengan risiko bisa saja kalah.

“Skenarionya kemungkinan seperti itu. Karena saya mendapat bocoran dari pihak mereka. Yang mungkin Prabowo-Puan, namun bisa kalah. Itu yang sedang jadi dilema,” kata dia.

Ia menjelaskan jika tidak dapat tiket dari PDIP. Mestinya Ganjar cari partai lain. Apalagi kalau elektabilitasnya tinggi hingga menjelang pendaftaran di KPU maka akan banyak partai yang merapat ke Ganjar.

“Ganjar paham akan hal itu. Dan oleh karena itu, dirinya hingga saat ini masih loyal pada PDIP dan Megawati. Soal Puan, PDIP sedang berupaya keras mengerek elektabilitasnya termasuk sering ikut dalam agenda kunjungan Jokowi ke daerah-daerah,” kata dia.

Pengamat Politik Senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai sebaiknya jangan hanya fokus pada sosok capres dan cawapres. Ia mengakui, PDIP dan Partai Gerinda dengan calon-calonnya bisa saja di lingkup internal melakukan konvensi untuk mendapatkan calon yang tepat yang diusung dalam pilpres 2024. Namun, asumsi-asumsi awal yang terlalu menjanjikan tentang sosok tertentu tak seharusnya disimpulkan secara dini bahwa nama-nama itu sudah definitif.

“Publik harus ikut menguji agar tidak menelan kecewa setelah pemilu,” kata Siti Zuhro saat dihubungi Republika, Senin (25/10).

Untuk pemilu 2024, ia meminta semua elemen bangsa ini seyogyanya tidak hanya fokus pada sosok capres cawapres saja. Lebih penting daripada itu, dia melanjutkan, yang harus dipikirkan dan dipertimbangkan juga adalah kriteria sosok calon peminpin yang dibutuhkan Indonesia era new normal/disrupsi dan era digital yang makin tidak mudah saat ini dan ke depan.

Selain itu, dia melanjutkan, harus dilihat seperti apa calon pemimpin yamg tepat yang mampu menjadikan Negara Kesatuan Republik Indomesia (NKRI) berkemajuan dan rakyatnya sejahtera. Jadi, ia meminta bangsa Indonesia tidak boleh berpikir lompat-lompat, tidak sistematis, dan berorientasi jangka pendek yang bisa merugikan negara.

“Bangsa ini sudah saatnya berpikir hal yang lebih substantif dan krusial untuk membenahi sistem,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan ada enam hal yang dilakukan pemerintah untuk membenahi pemilu 2024. Pertama, dia meminta Indonesia harus membenahi pemilu serentak agar berkualitas hasilnya. Sebab, pemilu yang tidak berkualitas menyebabkan pemerintahan tidak efektif dan rakyatnya sengsara. Karena itu, ia meminta semua pemangku kepentingan terkait pemilu harus satu perspektif dalam menyukseskan pemilu 2024 yang berkualitas.

Kedua, ia meminta pemilu 2024 harus mampu memunculkan pasangan calon (paslon) yang bisa memberikan opsi pada pemilih. Sebab, ia menilai masyarakat yang majemuk dan sistem multi partai banyak mensyaratkan fungsi representasi efektif.

“Artinya, tidak ada alasan bagi partai-partai untuk tidak memunculkan calon-calon yang memenuhi kriteria untuk diturunkan dalam pilpres 2024,” ujarnya.

Ketiga, dia melanjutkan, pemilih harus diedukasi agar seiring sejalan dengan program membangun sumber daya manusia (SDM) unggul. Keempat, ia meminta praktik vote buying, mahar politik dan politik transaksional dalam proses pencalonan dan kampanye harus dihentikan atau dieliminasi.

Sumber

Republika