WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA – Kebijakan politik yang tempuh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia lewat revisi Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan disambut baik banyak pihak.

Satu di antaranya Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Dr Suparji Ahmad SH MH.

Suparji Ahmad menilai perlu adanya penguatan kedudukan Jaksa dalam sistem pemerintahan, yaitu menempatkan jabatan Jaksa sebagai kekhususan di dalam Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Karakteristik Jaksa Agung, Kejaksaan, dan Jaksa sebagai suatu profesi harus diwadahi dalam suatu bentuk pengaturan kepegawaian secara khusus,” ujar Suparji Ahmad dalam siaran tertulis pada Selasa (13/10/2020).

Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, menurutnya, posisi Kejaksaan sebagai penuntut umum tunggal (single prosecution system) maupun sebagai instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar) semakin terabaikan.

Hal tersebut dikarenakan terdapat sejumlah lembaga lain yang melaksanakan fungsi penuntutan dan eksekusi, tetapi tidak dikendalikan oleh Jaksa Agung.

“Misalnya terhadap perkara Tipikor yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi maupun terhadap pelaku tindak pidana dalam lingkungan peradilan militer yang dilakukan oleh Oditurat Militer, Oditurat Militer Tinggi dan Oditurat Tentara Nasional Indonesia,” tuturnya.

Padahal dalam Pasal 11 Pedoman PBB tentang Peranan Jaksa menyatakan, Jaksa harus melakukan peran aktif dalam proses penanganan perkara pidana.

Termasuk melakukan penuntutan dan jika diizinkan oleh hukum atau sesuai dengan kebiasaan setempat, berperan aktif dalam penyidikan pengawasan terhadap keabsahan penyidikan tersebut, mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan dan menjalankan fungsi lain sebagai wakil kepentingan umum.

“Kalimat ‘Jaksa melakukan penuntutan’ harus dimaknai sebagai implementasi dari prinsip penuntut umum tunggal (single prosecution system) dalam sistem peradilan pidana,” tuturnya.

Sehingga apabila RUU Kejaksaan menjadi UU Kejaksaan yang baru, para pencari keadilan akan meletakkan tumpuan keadilan pada Jaksa.

“Sehingga proses penuntutan yang dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi akan optimal mewujudkan kebenaran material (substantial truth) dan keadilan,” jelasnya.

Sumber
WARTAKOTALIVE.COM