WE Online, Jakarta Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai, isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) dalam pergantian Kapolri sangat tidak tepat dan tidak relevan. Menurutnya, dalam negara demokrasi, siapapun bisa menjadi pejabat publik termasuk jadi Kapolri selama memenuhi syarat dan kriteria yang ditetapkan Undang-undang.
“Semua anak bangsa memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan penting di negeri ini. Indonesia ini kan negara demokrasi, masa karena seseorang menganut agama tertentu lalu enggak bisa menduduki jabatan tertentu. Kan tidak fair itu,” kata Ujang di Jakarta, Selasa (12/1/2021).
Ujang menegaskan, wujud kebhinekaan dan kesetaraan yang nyata itu justru saat kita dihadapkan dengan agama, suku, dan ras yang berbeda, tetapi punya kesempatan yang sama dan hak yang sama dalam segala bidang.
Dia menjelaskan, justru yang harus menjadi bahan diskusi di publik dan semua stakeholder adalah bagaimana calon Kapolri baru ke depan bisa bekerja profesional, membantu pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan; dan memberikan rasa aman bagi segenap bangsa Indonesia.
“Bukan hanya melindungi, bekerja profesional atau memberi rasa aman kepada kelompok tertentu saja,” ujarnya. “Terutama bekerja keras dan bekerja cerdas dalam menuntaskan banyak tantangan dan pekerjaan rumah Polri yang menumpuk,” ujar pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) itu.
Untuk itu, dia pun mengajak semua pihak untuk mendukung siapapun yang dipilih dan diajukan sebagai calon Kapolri oleh Presiden Jokowi ke DPR RI. “Presiden dalam memilih Kapolri baru harus tetap berpedoman pada profesionalitas dan memilih sosok yang memiliki chemistry dengannya, bukan berdasarkan SARA,” tegas Ujang.
Sumber