REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Partai Masyumi Reborn yang baru hadir di belantika politik Indonesia, diprediksi bakal sulit menghadapi persaingan di tengah banyaknya parpol Islam yang telah besar terlebih dahulu. Untuk mampu bersaing, Partai Masyumi dinilai perlu menggandeng berbagai entitas Islam.

“Jika hendak melebarkan peluang, Masyumi harus berhasil menyatukan kelompok-kelompok Islam politis yang selama ini belum berparpol, semisal kelompok FPI, simpatisan gerakan 212,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (10/11).

Sebagaimana diketahui, selama ini ada sejumlah ormas Islam yang disebut dekat dengan partai tertentu seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Opsi yang bisa diambil Masyumi, kata Dedi, adalah dengan merangkul ormas yang masih belum terfasilitasi secara politik.

Sikap eks tokoh PAN Amien Rais yang siap mendukung Masyumi meski baru saja mendirikan Partai Ummat, layak disambut. “Dengan kolaborasi, maka memungkinkan Masyumi memperoleh persentase minimum di 2024,” kata Dedi.

Meski hadir dengan harapan menyukseskan Partai Masyumi terdahulu, menurut Dedi, hal tersebut tak cukup untuk mendongkrak elektabilitas partai. Maka, upaya politik konkret berupa konsolidasi ormas diperlukan.

Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan, Partai Masyumi harus menunjukkan tajinya melalui strategi dan pendekatan yang berbeda pada rakyat. Kesuksesan Masyumi menembus beratnya ambang batas parlemen empat persen juga bergantung pada program-program yang ditawarkan pada publik.

Jika partai yang dideklarasikan oleh Ridwan Cholil itu memiliki program yang sama dengan partai lain, maka menurut Ujang akan sulit bersaing. “Namun jika ada program unggulan dan itu bisa menjadi pembeda dengan partai lain, dan juga disambut oleh rakyat, maka bisa saja akan leading dan bisa bersaing dengan partai-partai yang sudah ada,” ujarnya.

Ujang mengingatkan, Masyumi harus memiliki pendekatan yang progresif pada kaum muda atau milenial. Sebab, konstituen pemilih ke depan akan didominasi kaum milenial.

“Jadi pendekatan dan paradigmanya harus baru. Dan harus mampu meraih simpati rakyat secara umum. Caranya bisa dengan mengusung isu dan membuat program yang pro rakyat,” kata dia.

Dia menambahkan, Masyumi boleh saja bercinta-cita sukses layaknya Masyumi yang berjaya di tahun 50an. Tetapi, Masyumi tak boleh terjebak dengan romantisme masa lalu.

“Pemilih saat ini karatekristiknya berbeda dengan masa lalu. Saat ini pemilih lebih pragmatis. Bukan ideologi,” ujar Analis Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia itu menambahkan.

Sebagaimana diketahui, Partai politik Islam Indonesia, Masyumi, secara resmi telah kembali dideklarasikan tepat di hari ulang tahun Masyumi yang ke-75. Pembacaan ikrar deklarasi itu dipimpin oleh Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Partai Islam Ideologis (BPU-PPII), A Cholil Ridwan.

“Kami yang bertanda tangan dibawah ini, mendeklarasikan kembali aktifnya Partai Politik Islam Indonesia yang dinamakan ‘Masyumi’,” ujar Cholil dengan diikuti yang lainnya yang hadir di Gedung Dewan Dakwah, Jakarta Pusat, maupun yang mengikuti lewat daring, Sabtu (7/11).

Dalam deklarasinya, mereka berjanji akan berjihad demi terlaksananya ajaran dan hukum Islam di Indonesia melalui Masyumi.

Sumber
Republika