REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad menyarankan, agar Habib Rizieq Shihab (HRS) mengajukan praperadilan atas penetapan status tersangka dan penahanan. Pernyataannya ini menanggapi perihal penahanan HRS hari ini, atas dugaan kasus melanggar Pasal 160 atau 216 KUHP.
“HRS dapat menguji penetapan tersangka melalui praperadilan, agar semuanya berlangsung secara proporsional dan tidak kontraproduktif,” ujarnya saat dikonfirmasi, Sabtu (12/12).
Suparji sangat tidak menyarankan adanya unjuk rasa atas penahanan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu. Lebih baik, kata dia, HRS mengajukan praperadilan.
“Lebih baik mengajukan praperadilan, unjuk rasa dikhawatirkan dapat menimbulkan hal-hal yang kontraproduktif,” jelasnya.
HRS sendiri resmi ditahan di Polda Metro Jaya hari ini. Menanggapi hal tersebut, menurut Suparji, tentunya polisi memiliki alasan tersendiri. Alasan objektifnya, karena kasus dengan ancaman pidana di atas lima tahun penjara maka tersangka harus ditahan.
“Alasan obyektif yaitu minimal ancaman hukuman 5 tahun penjara, alasan subyektif penyidik, karena dikuatirkan (tersangka) melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya,” kata Suparji.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus membenarkan, perihal penahanan HRS di Mapolda Metro Jaya. Kedatangan HRS, kata Yusri, adalah untuk menyerahkan diri bukan karena memenuhi panggilan kepolisian.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menetapkan HRS sebagai tersangka kasus pelanggaran protokol kesehatan, setelah menggelar acara pernikahan putrinya di masa Pandemi Covid-19. Panitia memperkirakan tamu yang menghadiri acara tersebut sekitar 10 ribu orang.
Sumber
Republika