TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Prof Agus Surono mengatakan pemenang sengketa hak atas tanah yang diselesaikan melalui mekanisme pengadilan bukanlah mafia tanah.

“Apabila terdapat sengketa hak atas tanah yang telah diselesaikan melalui mekanisme di pengadilan maka pihak yang memenangkan perkara tersebut tidak dapat disebut sebagai mafia tanah,” kata Agus kepada wartawan di Jakarta, Minggu (7/3/2021).

Oleh karena itu sengketa tanah yang merupakan ranah hukum perdata harus memberikan perlindungan hukum kepada pembeli yang beriktikad baik ataupun pihak-pihak yang telah membebaskan tanah sesuai prosedur yang berlaku dalam rangka pengadaan tanah baik oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak swasta.

Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Prof Dr Agus Surono SH MH menyebutkan dalam kasus sengketa tanah menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas.

Di sisi lain sejumlah sengketa pertanahan mencuat beberapa waktu belakangan ini.

Salah satunya seperti yang terjadi di Kabupaten Tangerang, Banten, berkaitan dengan kepemilikan 400 hektare lahan oleh PT BLP yang bergerak di bidang properti di Kecamatan Pakuhaji dan 70 hektare lahan oleh PT TUM yang bergerak di bidang peternakan sapi.

Pada awal Maret 2021, DPRD Kabupaten Tangerang telah melakukan konfirmasi terhadap para pihak.

Perwakilan perusahaan hadir dan memberikan penjelasan mengenai perizinan, perolehan tanah, dan rencana pengembangan lahan sesuai legalitas yang sah.

Sumber

Tribunnews