Jakarta, IDN Times – Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, kemunculan wacana menduetkan Joko “Jokowi” Widodo-Prabowo Subianto untuk Pilpres 2024 tidak mendesak ditanggapi. Apalagi saat ini kasus COVID-19 di Tanah Air sedang mengalami lonjakan.
Menurut data Satgas Penanganan COVID-19 pada Senin, 21 Juni 2021, akumulasi penyakit yang disebabkan virus Sars-COV-2 itu telah menembus 2 juta kasus. Apalagi kasus harian terus mencapai rekor tertinggi selama pandemik. Pada Senin, dilaporkan dalam kurun 24 jam, sudah ada 14.536 kasus.
Maka, menurut Dasco, sangat tidak elok bila di tengah lonjakan bencana non-alam ini, lalu masih ada yang membicarakan hal yang tak ada kaitannya untuk menekan pandemik COVID-19.
“Kalau menurut saya yang mendesak itu adalah menekan laju COVID-19. Justru hal-hal yang tidak perlu bisa membuat kegaduhan,” kata Dasco di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin.
Menurut dia, tidak pas sekarang ini membicarakan Pilpres 2024. “Pesan saya, belum waktunya membicarakan pilpres, amandemen dan lain-lain,” tutur dia.
Apakah ide Jokowi-Prabowo 2024 akan diterima kader Partai Gerindra?
1. Gerindra menolak wacana Jokowi-Prabowo 2024?
Sementara, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komaruddin menilai, ide memasangkan Jokowi-Prabowo pada Pilpres 2024 akan ditentang Partai Gerindra. Sebab, Prabowo masih berhasrat maju sebagai capres di pemilu 2024 dan bukan sebagai calon wakil presiden.
“Lingkaran PDI Perjuangan (PDIP) dan Gerindra pasti tidak akan mau. Pak Prabowo kan punya kesempatan jadi presiden. Itu kan mainannya kelompok tertentu lah,” ujar Ujang ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Senin, 21 Juni 2021.
Sementara, kata Ujang, PDIP tetap ingin memajukan Ketua DPP PDIP Puan Maharani paling tidak untuk posisi calon wakil presiden. Ia menilai wacana menambah periode jabatan presiden tidak mustahil. Apalagi saat ini di DPR didominasi partai pengusung Jokowi.
“Jadi, nanti pasal di UUD 1945-nya diubah. Pemilihan presidennya dipilih lewat MPR dan periode berkuasanya diperpanjang,” kata dia.
Sehingga, lanjut Ujang, Jokowi tetap bisa memperpanjang periode kekuasaannya tanpa melalui proses pemilu. Namun, bila itu yang terjadi, maka diduga akan mendapat pertentangan yang sengit dari rakyat.
“Situasinya bisa menyerupai yang terjadi tahun 1998 lalu,” tutur Ujang.
2. Partai pengusung diprediksi sulit menghalangi wacana jabatan presiden tiga periode, karena tersangkut kasus hukum
Sedangkan, menurut Ujang, partai pengusung akan sulit memblokir rencana mengamandemen UUD 1945, karena mereka memiliki kasus hukum. Kasus-kasus itu diduga akan diangkat kembali bila niat itu dihalangi.
“Kan mereka punya kasus hukum di KPK atau Kejaksaan yang kartunya dipegang oleh Jokowi. Akhirnya, mereka (partai pengusung) nanti akan menentang melalui pihak lain,” tutur dia.
Namun melalui Staf Khusus Presien Bidang Komunikasi, Fajroel Rachman, Jokowi kembali menepis keinginan maju lagi sebagai presiden. Fajroel menegaskan mantan Gubernur DKI Jakarta itu akan patuh terhadap konstitusi.
“Mengingatkan kembali, Presiden Joko Widodo tegak lurus konstitusi UUD 1945 dan setia terhadap reformasi 1998,” kata Fajroel dalam keterangan tertulis pada 18 Juni 2021.
Fajroel kemudian mengulang kembali pernyataan Jokowi yang telah menolak wacana presiden tiga periode. Pertama, kata dia, pernyataan itu disampaikan pada 12 Februari 2019.
“Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode itu, ada tiga (motif) menurut saya. Satu, ingin menampar muka saya, yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka, yang ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja,” kata Fajroel, mengutip kembali pernyataan Jokowi ketika itu.
Penolakan untuk kali kedua disampaikan Jokowi pada 15 Maret 2021. “Saya tidak ada niat, tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode. Konstitusi mengamanahkan dua periode, itu yang harus kita jaga bersama.”
“Janganlah membuat gaduh baru, kita sekarang fokus pada penanganan pandemik,” sebut Fajroel, mengutip ucapan Jokowi.
3. Jokowi bisa saja berubah pikiran bila Pasal 7 UUD 1945 berhasil diamandemen
Pengamat politik Mohammad Qodari memahami respons Jokowi yang sudah menyatakan enggan maju lagi pada periode ketiga. Tetapi, ia yakin, Jokowi akan berubah pikiran bila Pasal 7 UUD 1945 yang mengatur mengenai masa jabatan presiden berhasil diamandemen.
“Beliau kan kemarin bicaranya normatif karena pada saat ini UUD 1945 mengatur masa jabatan presiden hanya dua periode. Bila nanti, aturannya mengatur presiden bisa menjabat tiga periode saya kira Pak Jokowi tidak akan bisa menolak,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indo Barometer itu kepada IDN Times pada 18 Juni 2021.
Jokowi diperkirakan akan semakin sulit menolak tawaran memperpanjang periode jabatannya, bila partai politik pengusung, termasuk PDIP memintanya kembali maju. Lagi pula, kata Qodari, akan lebih meyakinkan bagi PDIP menang pemilu 2024 seandainya mereka kembali mengusung Jokowi.
Sementara, banyak yang menduga tiket maju sebagai capres dari PDIP akan diberikan Megawati Soekarnoputri kepada putrinya, Puan Maharani.
Sumber