PORTAL JEMBER – Pengesahan UU Cipta Kerja yang dilakukan secara mendadak justru banyak mendapat kecaman dari masyarakat, terutama untuk para pekerja dan buruh yang menjadi sasarannya.
Sebab, proses pengesahan pun banyak drama yang terjadi di belakangnya yang dimana sebenarnya rapat tersebut dapat disaksikan secara live streaming oleh seluruh masyarakat Indonesia saat itu.
Utamanya yang menjadi sorotan adalah saat pemimpin rapat sekaligus Ketua DPR, Puan Maharani yang pernah menjabat sebagai menteri Koordinator dan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia.
Sikap Puan Maharini yang tiba-tiba mematikan mic peserta rapat dengan menyampaikan pendapat soal penolakaannya atas UU Cipta Kerja juga diamati oleh salah satu pengamat dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin.
Menurutnya, yang dilakukan Puan dalam rapat pengesahan UU Cipta Kerja tersebut bersifat kekanak-kanakan.
“Begitulah wajah pimpinan di negeri tercinta ini. Sebagai pimpinan lembaga legislatif sejatinya Puan harus berpikir dan bertindak bijaksana. Tak boleh seperti itu, seperti anak-anak,” ujar Ujang Komarudin
Ujang berpendapat apa yang dilakukan Puan Maharani itu sungguh sikap yang bertentangan dengan nilai-nilai demokratis. “Sebagai seorang politisi dan Pimpinan DPR harusnya bersikap sebagai seorang negarawan. Bukan bersikap kekanak-kanakan,” tandas Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini.
Menurut dia, jika mengaku sebagai wakil rakyat yang terhormat dan lembaga Parlemen terhormat seharusnya kejadian Puan Maharani mematikan mikrofon anggota DPR lain seperti itu tak terjadi.
“Mestinya saling menghormati antar sesama anggota DPR. Jika ada interupsi atau protes dari anggota DPR yang lain, ya harus didengarkan dan diterima,” tegasnya.
Melansir dari Warta Ekonomi dengan artikel berjudul “Matikan Mikrofon Politisi Demokrat, Puan Maharani Diskak Pengamat: Kekanak-kanakan!”, sekadar diketahui, video Puan Maharani mematikan mikrofon itu viral di media sosial. Awalnya, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Irwan menyampaikan pandangannya mengenai RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Kemudian, Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar yang saat itu sebagai pimpinan sidang Azis Syamsuddin terlihat berdiskusi sebentar dengan Puan Maharani yang duduk di sebelahnya. Setelah itu, Puan Maharani terlihat menekan tombol mematikan mikrofon, suara Irwan pun langsung tak terdengar.
Terkait aksi Puan Maharani tersebut, Kepala Badan Pembinaan Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Herman Khaeron, menyampaikan kritikan. Ia meminta Puan Maharani untuk bersikap aspiratif agar bisa memahami kehendak rakyat. Selain itu, ia meminta Puan untuk menjunjung tinggi demokrasi.
“Tetap menjaga proses demokrasi dengan baik, saling menghargai, dan memberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya masing-masing,” kata Anggota Komisi IV DPR RI ini.
Lagipula, lanjut dia, hal tersebut ada di tata tertib (Tatib) DPR. “Berpegang teguh saja pada Tatib yang berlaku, bukan kesewenang-wenangan pimpinan, pimpinan di DPR hanya sebagai speaker karena hakikatnya pengambilan keputusan hak kolektif dan kolegial seluruh anggota,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Bambang Wuryanto, mengatakan aksi Puan Maharani dilakukan atas saran Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin selaku pemimpin sidang paripurna pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini menambahkan bahwa pemimpin sidang memiliki kewenangan untuk menghentikan jalannya sidang apabila dianggap sudah tidak kondusif dan melenceng dari tata tertib.
“Yang mengatur sidang Pak Azis Syamsuddin merasa perlu untuk menghentikan pembicaraan yang sudah di luar tatib. Nah, itu minta tolong (Puan Maharani) karena itu miknya ada di meja pimpinan. Minta tolong Mbak Puan, ‘tolong itu dimatiin itu’,” ujar Bambang.
Bambang mengatakan permintaan itu tampak disampaikan saat Azis berbisik ke Puan. Sebab, kata dia, mik hanya bisa dimatikan melalui meja pimpinan dalam sidang.
“Karena Fraksi Demokrat itu anggotanya sudah dianggap dalam pembicaraan melanggar tatib. Disuruh berhenti enggak mau, iya dimatikan dari meja pimpinan mik-nya,” ucap Bambang.
Hal senada ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar yang mengatakan bahwa Puan Maharani memiliki hak untuk mematikan mikrofon. Ia menegaskan pemimpin sidang memiliki tugas untuk menjaga ketertiban peserta rapat saat menyampaikan pendapat.
“Semua diberikan waktu untuk berbicara, bergantian. Jika sampai dimatikan mikrofonnya, itu hanya untuk menertibkan lalu lintas interupsi, pimpinan punya hak mengatur jalannya rapat,” tegas Indra (Redaksi WE Online/Warta Ekonomi).***
Sumber
PortalJember