WE Online, Jakarta -Usai didepak oleh Ketua Umum Partai Gerindra dari posisi Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono kini membentuk lembaga baru bernama Lembaga Pemantau Penanganan Covid-19 & Pemulihan Ekonomi Nasional (LPPC19-PEN). Ia menjabat posisi ketua umum di lembaga itu.
Lembaga ini concern dalam dua hal utama yakni soal Covid-19 dan PEN. Sepak terjang pertama lembaga pimpinan Arief Poyuono tersebut ialah dengan mengkritisi kinerja Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Ia juga mengomentari pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang memastikan bahwa Indonesia akan mengalami resesi.
Beberapa pengamat menyebutkan penyebab Arief terpental dari jabatan Waketum Partai Gerindra periode 2020-2025 ialah karena seringnya Arief Poyuono mengeluarkan pernyataan kontraproduktif. Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan kebiasaan Arief Poyuono tersebut tidak terlalu disukai oleh kader-kader Gerindra.
“Bisa saja AP dianggap kader Gerindra yang pernyataannya banyak merugikan Gerindra. Dan juga sering memuja-muji Jokowi,” ujarnya.
Dia menilai Arief Poyuono banyak membuat pernyataan yang kontraproduktif bagi partai yang dikomandani Prabowo Subianto tersebut. “Itu sudah tentu merugikan Gerindra. AP juga sering adu pernyataan dengan kader Gerindra lain seperti Andre Rosiade dan lain-lain,” pungkasnya.
Sependapat, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan salah satu alasan Arief terpental dari partai yang dipimpin Prabowo Subianto tersebut karena terlalu sering bermanuver politik.
“Karena sering bermanuver yang kadang kontraproduktif dengan partai,” ungkap Adi.
Di LPPC19-PEN, Arief Poyuono memuji langkah-langkah Presiden Joko Widodo yang telah melakukan antisipasi tingkat keparahan ekonomi rakyat akibat pandemi.
“Namun akibat keteledoran Gubernur Jakarta (Anies Baswedan, red) yang melakukan pembiaran dan terkesan menyepelekan penyebaran Covid-19 saat memasuki new normal di Jakarta, menjadi penyebab meningkat jumlah masyarakat yang terdampak Covid-19,” katanya.
Menurut Arief Poyuono, keteledoran Pemprov DKI Jakarta salah satunya adalah segera mengizinkan car free day, tidak melakukan kontrol penerapan protokol kesehatan yang ketat dengan melibatkan aparat keamanan terhadap masyarakat yang melakukan aktivitas di sejumlah resto, pusat perbelanjaan, serta mengizinkan aksi aksi demo di Jakarta yang sudah tidak mengindahkan protokol kesehatan.
“Ini memberikan dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi di kuartal III yang seharusnya dengan program-program Komite PC19-PEN, pertumbuhan ekonomi di kuartal III bisa tumbuh ke arah positif, malah menjadi ke angka -2 sd -2,9 persen,” tuturnya.
Sumber
WE Online