Jakarta, law-justice.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta usut 21 juta lebih data penerima bantuan sosial (Bansos) yang eror. Pasalnya, hal itu dinilai tidak logis oleh pakar hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad.

Dia mengatakan indikasi penyalahgunaan wewenang secara sistemik sangat kuat jika memang data penerima Bansos yang ganda sebanyak 21 juta orang. Suparji menilai tidak logis jika terjadinya data ganda itu karena disebabkan oleh human error.

“Indikasi sistemik sangat kuat jika memang data penerima Bansos yang ganda sampai 21 juta. Jika itu dianggap by accident atau adanya error dalam pencatatan atau human error rasanya tidak logis. Error pada umumnya tidak sampai massif jumlahnya,” katanya, Senin (3/5/2021).

Lebih lanjut, Suparji meminta KPK melakukan penyelidikan menindaklanjuti temuan Risma yang dilaporkan ke lembaga antirasuah itu. Tujuannya, memeriksa berbagai pihak yang terkait dengan perkara pendataan penerima Bansos.

“KPK harus melakukan penyelidikan dan penyidikan memeriksa pihak-pihak yang terlibat dimulai dari tahun adanya data ganda tersebut. Jika ini benar sungguh tragis karena dana Bansos dikorup,” tutup Suparji.

Sebelumnya, Menteri Sosial Tri Rismaharini menyatakan bahwa Kementerian Sosial (Kemensos) telah menonaktifkan 21 juta lebih data ganda penerima bantuan sosial (Bansos). Kebijakan itu disampaikan Risma saat melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal data ganda penerima Bansos.

Sumber

law-justice.co