Jakarta, CNN Indonesia — Kemenangan PKS di Pilkada Sumatra Barat dan Depok tak lepas dari tradisi keislaman warga yang dipadu dengan upaya kaderisasi kuat di tingkat bawah. Tak lupa, ada keuntungan posisi sebagai petahana.
Berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count, PKS kembali mempertahankan dominasinya di Provinsi Sumatera Barat dan Depok.

Jagoan PKS yang berlaga di Sumbar, Mahyeldi Ansharullah-Audy Joinaldy, unggul dengan perolehan 32,78 persen berdasarkan survei yang dilakukan Poltracking. Sebagai informasi, Gubernur Sumbar saat ini, Irwan Prayitno, juga merupakan kader PKS dan sudah menjabat dua periode pada 2010-2015 dan 2016-2021.

Bukan hanya via quick count, berdasarkan data Sirekap KPU per Jumat (11/12) pukul 8.20 WIB yang sudah terkumpul sebanyak 5.392 dari 12.548 TPS (42,97 persen), Mahyeldi-Audy menjadi yang terunggul dengan perolehan suara 34 persen suara sejauh ini.

Senada, pasangan yang diusung PKS di Depok, Jawa Barat, Mohammad Idris-Imam Budi Hartono unggul versi hitung cepat atas Pradi Supriatna-Afifah Alia yang diusung oleh koalisi Partai Gerindra, PDIP, Partai Golkar, PAN, PKB, dan PSI. Hasil serupa yang menunjukkan keunggulan kepala daerah petahana itu pun terlihat dari Sirekap KPU untuk Kota Depok per Jumat (11/12) pukul 8.30 WIB.

Kepala daerah yang diusung PKS sendiri sudah bercokol lama menjabat di Balai Kota Depok, yakni sejak Nur Mahmudi Ismail menjabat dua periode sejak 2005. Artinya, dominasi PKS di Depok sejak era Pilkada langsung sampai saat ini belum terpatahkan.

Peneliti senior LSI Denny JA Adjie Alfaraby menilai kemenangan itu telah menasbihkan Depok dan Sumbar sebagai basis milik PKS.

“Iya kalau dari pengalaman Pilkada udah jadi basis PKS dua wilayah itu,” kata dia, kepada CNNIndonesia.com, Kamis (10/12).

Adjie menyebut hal itu terjadi karena dua hal. Pertama, solidnya kader dan mesin politik PKS di Depok dan Sumbar. Hal itu yang membuat konsolidasi pemenangan kandidat berjalan dengan mudah.

Soliditas ini membuat paslon yang diusung PKS, Partai Demokrat, dan PPP efektif saat melawan koalisi besar partai pengusung Pradi-Afifah di Depok.

Pradi-Afifah sendiri diusung koalisi gemuk Partai Gerindra, PDIP, Partai Golkar, PAN, PKB, dan PSI. Gabungan Gerindra-PDIP saja menguasai 33 kursi di DPRD. Jumlah itu kalah jauh ketimbang kursi parpol pengusung Idris-Imam di DPRD Depok yang berjumlah 17 kursi.

Oleh karena itu Adjie menegaskan menilai banyaknya kuantitas anggota legislatif yang duduk di DPR terkadang tak sejalan dengan soliditas mesin partai yang berada di akar rumput.

“Kalau bicara mesin partai di pemenangan Pilkada dan kursi partai di DPRD berbeda. Dulu di Jabar juga kasus PKS usung Ahmad Heryawan bisadua periode itu menang dengan koalisi kecil. Tapi dia bisa memenangkan. Sementara kandidat lain koalisi partai besar,” kata Adjie.

Kedua, kata Adjie, PKS mendapat keuntungan usai bercokol lama di jajaran eksekutif dua wilayah tersebut. Sehingga, PKS sudah mengetahui peta kekuatan yang harus dimaksimalkan.

“Jadi skema mereka memenangkan calon sudah punya. Karena sudah berkuasa 2 dan 3 periode bagaimana mereka memenangkan calon. Dimana spot-spot yang harus dikuatkan. Itu kelebihan PKS,” kata dia.

Kaderisasi Lewat Pengajian
Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai kuatnya PKS karena parpol tersebut sudah membangun jaringan dari bawah di dua wilayah itu.

“Karena mereka bangun jaringan kuat sampai bawah,” kata dia.

Khusus untuk Depok, Ujang membeberkan bahwa metode kaderisasi di PKS kerap dipupuk di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Saat menjadi mahasiswa, mereka langsung melakukan pembinaan secara intensif.

Terlebih, jejaring dan pembinaan kader di sekolah-sekolah yang intens dilakukan oleh PKS selama ini.

“Pembinaannya yang jalan, pembinaan kader-kader non struktural. Kaya pengajian-pengajian gitu. Mereka masuk di situ,” ungkapnya.

“Mereka jalan. Liqo-liqo (pembinaan keagamaan) jalan. Itu yang bikin mereka kuat. Karena mereka punya dana dan program,” kata Ujang.

Karakter Pemilih
Sementara, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menyebut dominasi PKS di dua wilayah itu terjadi karena karakter pemilih muslim.

Menurutnya, banyak pemilih muslim di Depok dan Sumbar terasosiasi dengan kandidat yang diusung PKS di Pilkada ketimbang kandidat lainnya.

Khusus untuk Depok, Wasis menilai ada kondisi kependudukan atau demografi yang didominasi kalangan pekerja urban yang kemudian mencari agama sebagai solusi. Ia menyebutnya sebagai kelompok Islam modernis.”Kuatnya karakter pemilih menjadi latar belakang kuat di balik menangnya PKS di dua daerah tersebut. Dominasi pemilih muslim adalah kuncinya,” kata Wasis.

Sementara di Sumbar, Wasis menilai wilayah ini secara tradisional memiliki kultur “Paderi” yang kuat yang menganggap Islam tak lebih dari sekedar agama, namun juga jalan hidup.

“Kombinasi inilah yang membuat PKS kuat. Ditambah lagi kader-kader PKS pernah menjadi kepala daerah dalam beberapa periode. Maka itu menjadi faktor kuat untuk membentuk daerah tersebut menjadi basis,” kata Wasisto.

Sumber
CNN Indonesia