Liputan6.com, Jakarta Nama Ketua DPR RI Puan Maharani santer diwacanakan sebagai kandidat untuk maju sebagai Calon Presiden 2024. Namun rendahnya elektabilitas dari hasil kajian berbagai lembaga survei menjadi tantangan Puan Maharani. Butuh perjuangan untuk mendongkrak elektabilitas Puan.

Dari hasil survei LSI pada Januari 2021, elektabilitas Puan Maharani hanya 0,1 persen. Survei SMRC pada Februari-Maret 2021, elektabilitas Puan sebesar 5,7 persen. Survei Indikator pada Maret 2021, elektabilitas Puan hanya 1,1 persen. Sedangkan di Survei Charta Politika Indonesia pada April 2021, elektabilitas Puan Maharani hanya 1,2 persen.

Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai, elektabilitas Puan Maharani saat ini masih jauh ketimbang kader PDIP yakni Gubenur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

“Untuk RI 1 siapa apakah Ganjar atau Puan, kalau saya lihat kansnya Ganjar ya kalau saya lihat,” kata Pangi saat dihubungi merdeka.com, Minggu (6/6/2021).

Pangi meyakini kandidat Capres dari PDIP pada akhirnya jatuh pada sosok yang berpeluang besar untuk memang. Namun, jika PDIP masih ngotot mengusung Puan menjadi capres, banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Sebab, menaikan elektabilitas seseorang tidaklah gampang. Walaupun masih ada waktu sampai 2024. Tantangan sesungguhnya, meyakinkan masyarakat untuk memilih Puan sebagai capres.

“Karena orang menjatuhkan pilihan politik itu tidak gampang. Mulai dari mainkan isunya, wacananya, populisnya, sentimennya. Itu sekali lagi tidak gampang tidak seindah yang kita bayangkan. Nah pada konsep ini yang menjadi tantangan mengatasi problem elektabilitas pada Puan. Bagaimana mengatasi masalah itu. Mungkin pada tahap kesukaan tidak terlalu rumit, tapi begitu soal elektabilitas itu butuh perjuangan berat,” tegasnya.

Apalagi Pangi menilai sejauh ini Puan Maharani belum mampu memainkan peran secara maksimal. Baik sebagai Ketua DPR maupun saat menjabat sebagai mantan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).

“Ya beliau punya panggung, tapi panggung itu tidak maksimal beliau gunakan untuk panggung menaikan elektabilitas. Ya mungkin orang kenal mungkin oke. Tapi orang suka atau untuk memilih itu berdasarkan hasil survei yang terukur itu belum keliahatan angkanya masih belum ketemu,” bebernya.

Pada kesempatan terpisah, Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menilai peluang Puan untuk diusung PDIP untuk Pilpres tahun 2024 cukup besar. Namun terkesan memaksakan kehendak secara emosional.

“Karena bagaimana pun Puan merupakan putri mahkota Ketum PDIP. Secara emosional mungkin saja akan dipaksakan,” kata Ujang.

Dia memandang jika Puan diusung PDIP maka terlihat skenario pencapresan yang dipaksakan. Terlebih elektabilitas Puan yang masih jauh ketimbang kandidat lainnya yakni Ganjar Pranowo.

“Mau tak mau. Pasti tak suka akan didorong. Terlepas nanti naik atau tidak elektabilitasnya, itu tergantung rakyat,” sebut Ujang.

Simulasi Pasangan Capres-Cawapres
Sebelumnya, Parameter Politik Indonesia mensimulasikan pertarungan calon presiden. Menariknya, pasangan Prabowo Subianto-Puan Maharani, hingga Prabowo-Ganjar Pranowo juga disimulasikan. Pasangan yang kini hangat di persaingan internal PDIP.

Terlihat, nasib pasangan Prabowo Subianto-Ganjar Pranowo nasibnya lebih baik ketimbang Prabowo Subianto-Puan Maharani. Parameter Politik Indonesia dalam surveinya membuat empat skenario pertarungan pasangan calon.

Prabowo-Ganjar disimulasikan menghadapi Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Hasilnya, Prabowo-Ganjar menang tipis dari Anies-Sandi. Prabowo-Ganjar dipilih responden sebesar 35,7 persen, Anies-Sandi mendapatkan 32,1 persen. Namun masih ada 32,2 persen yang ragu/tidak menjawab.

“Prabowo berpasangan dengan Ganjar Pranowo melawan Anies-Sandi agak ketat persaingannya,” kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno saat rilis survei secara daring, Sabtu (5/6).

Sementara, Prabowo dipasangkan dengan Puan disimulasikan melawan pasangan Anies dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Prabowo-Puan kalah dari pasangan Anies-AHY dengan perolehan 21,8 persen. Anies-AHY mendapatkan suara 35,9 persen. Responden tidak menjawab/ragu 42,3 persen.

“Kalau head to head Anies-AHY vs Prabowo-Puan maka unggul sementara pasangan Anies-AHY, Prabowo-Puan agak sedikit ketinggalan,” kata Adi.

Parameter juga membuat skenario Puan dipasangkan dengan Anies. Seperti yang diusulkan politikus PDIP Effendi Simbolon. Disimulasikan Puan-Anies melawan Prabowo-Sandi. Hasilnya Puan-Anies kalah dengan perolehan suara 25,1 persen melawan Prabowo-Sandi 37,7 persen.

“Duet Puan-Anies andai lawan Prabowo-Sandi angkanya lumayan sedikit bersaing, artinya ketika Puan disandingkan dengan Anies-Baswedan elektabilitasnya bisa diperhitungkan 25,1 persen,” jelas Adi.

Elektabilitas Puan cukup anjlok saat dipasangkan dengan AHY pada skenario melawan Prabowo-Anies. Puan-AHY hanya 13,9 persen melawan Prabowo-Anies 43,8 persen. Sementara yang belum memilih 42,3 persen. Menurut Adi, simulasi ini memperlihatkan mengapa PDIP tidak bisa berkoalisi dengan Demokrat.

“Itulah kemudian sepertinya teman-teman PDIP mengharamkan koalisi dengan Demokrat bukan hanya soal mazhab politiknya berbeda, tapi kalau dikawinkan sepertinya elektabilitas capres dua partai ini tidak signifikan,” kata Adi.

Survei Parameter Politik Indonesia memiliki sampel sebanyak 1.200 responden. Survei ini dilakukan melalui wawancara telepon pada 23-28 Mei 2021. Survei memiliki margin of error kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Sumber

Liputan6.com