REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masyarakat adil dan makmur tidak bisa tercapai jika oligarki masih mencengkeram di Indonesia. Karena itu, jika oligarki terus berkuasa maka susah menciptakan masyarakat adil dan makmur.
“Satu negeri hancur karena infiltrasi dari luar. Negeri ini oligarki sempurna di semua sektor. Sektor politik sosial. Negeri ini di ambang kehancuran dan perlu penyelamatan dari oligarki,” kata anggota DPR periode 2009-2014 Nursuhud, dalam focus group discussion (FGD) ‘Membangun Poros Politik Anti-Oligarki’ yang diadakan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) di Jakarta, dalam ketarangannya, Senin (27/9).
Pengajar Universitas Trisakti, Nurhastuti K Wardhani, mengatakan politik yang semakin oligarkis juga semakin tidak demokratis. Hal itu terbaca dengan ruang partisipasi politik yang semakin menyempit.
“Karena oligarki menggenggam kekuasaan politik, maka kebijakan pun hanya mengabdi pada akumulasi dan konsentrasi kekayaan. Ini tampak pada kebijakan perpajakan yang tak berubah sejak 30 tahun terakhir,” ujar Nurhastuti.
“Ini juga tampak lahirnya kebijakan yang sekedar melayani kepentingan segelintir orang. Mulai dari revisi UU KPK, perubahan UU Minerba, dan lahirnya UU Cipta Kerja (Omnibus Law),” kata Nurhastuti menambahkan.
Peneliti Perludem, Titi Dari, menyebut, hadirnya semacam multiple barriers to entry di dunia perpolitikan Indonesia. Titi menyebut, persyaratan parpol peserta pemilu di Indonesia, merupakan yang paling rumit dan termahal di dunia.
Dia mengatakan, setelah lolos sebagai peserta pemilu, parpol masih berhadapan rintangan untuk bisa mendudukkan wakilnya di DPR, yaitu parliamentary treshold.
Dengan ambang batas yang semakin tinggi, kata dia, makin sempit peluang parpol kecil dan parpol baru untuk masuk ke parlemen. “Ruang politik yang sempit ini kemudian hanya diisi mereka yang punya uang atau sumber daya lain (birokrat dan keluarga elite),” kata Titi.
Pakar politik Universitas Al Azhar Jakarta, Ujang Kommarudin, mengatakan oligarki harus dilawan dengan memberikan pemahaman publik bahwa oligarki menyengsarakan hidup mereka.
“Terkadang rakyat tidak sadar uang rakyat ilang Rp1-2 miliar karena bukan dari dompetnya, padahal uang rakyat juga. Nah kesadaran ini harus dilawan kalau tidak ada poros baru maka mereka akan leyeh-leyeh karena menganggap tidak ada kekuatan rakyat,” kata Ujang.
Ketua Umum Prima, Agus Jabo Priyono, menyebut oligarki membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengkhianati Pancasila dan dasar negara UUD 1945. Karena itu, kata oligarki harus dijadikan sebagai musuh bangsa dan negara Indonesia.
“Untuk menyelamatkan bangsa dan negara, kami menyerukan kepada seluruh rakyat indonesia untuk bangkit bersatu, mengorganisasi diri, membangun poros politik baru antioligarki. Karena hanya dengan cara itu, kemudian kita akan menyelamatkan masa depan bangsa dan negara, menelamatkan nasib hidup anak dan cucu kita,” kata Agus.
Sumber