REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, mengapresiasi usulan Gubernur Lemhanas, Agus Widjojo yang mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah kementerian. Namun demikian, Suparji melihat usulan tersebut masih perlu dilakukan kajian secara mendalam.

“Sebelum ditindak lanjuti usulan itu harus jelas masalahnya, harus jelas faktanya, sehingga sampai kemudian punya usulan tersebut,” kata Suparji kepada Republika.co.id, Ahad (2/1).

Suparji menyebut, usulan agar Polri ditempatkan di bawah naungan kementerian bukanlah usulan baru. Namun sampai saat ini, usulan tersebut tak kunjung direalisasikan.

Polri memahami usulan itu tidak muncul begitu saja. Suparji meyakini usulan tersebut disampaikan Lemhanas dalam rangka menyelesaikan satu persoalan atas fakta-fakta yang terjadi.

“Artinya agar mendapatkan legitimasi akademis, legitimasi intelektual secara objektif dan rasional dan sebagai bagian yang memiliki urgensi dan diperlukan sebuah solusi maka perlu diungkap tentang fakta-fakta dan masalah yang ada sehingga muncul usulan tersebut,” ujarnya.

Namun demikian, Suparji memandang jika Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), maka dikhawatirkan akan memunculkan implikasi dalam hal birokirasi. Kemendagri sebagai sebuah kementerian yang strategis akan mendapatkan tanggung jawab baru dalam konteks manajemen di kepolisian.

“Karena polisi itu kan memiliki tiga fungsi, pelindung, pengayom dan penegak hukum,” ucapnya.

“Bagaimana posisi penegak hukum di bawah Kementerian Dalam Negeri, apakah itu akan sesuai filosofi dari Polisi? Pelindung dan pengayom, konteks itu mungkin tidak terlalu krusial tapi yang krusial adalah bagaimana dia sebagai penegak hukum yang diharapkan independen,” jelasnya.

Begitu juga dengan usulan agar dibentuk kementerian baru. Menurut Suparji hal itu tidak sesuai dengan semangat debirokratisasi atau perampingan kelembagaan.

Menurutnya eksistensi kepolisian saat ini sudah jelas bahwa Kapolri diangkat dan dihentikan oleh Presiden. Dalam konteks pengangkatan Kapolri dinilai lebih selektif karena ada persetujuan dari DPR. Sedangkan jika nantinya di bawah kementerian maka dikhawatirkan tidak ada kontrol rakyat, karena tidak ada persetujuan dari DPR.

“Jadi ini pilihan untuk kementerian baru bukan sebuah pilihan yang cermat mengingat pada konteks fungsi dan pengisian jabatannya itu,” tegasnya.

“Yang utama adalah lagi-lagi apa masalahnya dan dicari solusinya. Solusinya bukan sekedar kelembagaan tapi mungkin lebih pada aspek kultural, dan pengawasan dan bukan harus dibentuk kementerian baru atau di bawah kementerian, saya kira lagi-lagi harus jelas masalahnya apa baru dicari obatnya dicari solusinya,” imbuhnya.

Sumber

msn