Matakita.co – Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Prof. Asep Saefuddin mengatakan critical thinking akan membuat mahasiswa terhindar dari confirmation bias. Oleh karena itu, mahasiswa perlu membiasakan diri melakukan critical thinking.

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Asep dalam acara Public Lecture yang diselenggarakan secara virtual oleh Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) dengan tema Critical Thinking Academic Tool for Learning pada Sabtu (20/11/2021).

Prof. Asep menyampaikan critical thinking merupakan salah satu alat untuk belajar. Hal itu dikarenakan critical thinking mendorong seseorang untuk selalu bertanya.

“Kenapa disebut critical thinking sebagai tools atau alat untuk belajar? Karena itu yang membuat seseorang selalu bertanya, selalu menyampaikan curiousity-nya. Di situ sebenarnya tools-nya itu,” kata Prof. Asep.

“Mohon dibedakan antara critical thinking dengan criticism. Kalau criticism itu cenderung ekspresi ketidaksetujuan, kalau critical thinking ekspresi keingintahuan. Jadi berbeda,” lanjutnya.

Prof. Asep menambahkan critical thinking ranahnya di akademik, mencari sesuatu untuk mendapatkan objektivitas dari sebuah persoalan dan cenderung tidak tendensius. Hal ini berbeda dengan criticism yang cenderung tendensius dan mementingkan perbedaan.

“Sebenarnya criticism juga kalau didasari oleh kemampuan critical thinking itu tidak masalah, tetapi biasanya basisnya criticism adalah ketidaksetujuan,” jelas Prof. Asep.

Lebih jauh, Prof Asep menjelaskan critical thinking sebenarnya telah diajarkan oleh Plato kepada murid-muridnya. Plato biasa mengumpulkan murid-muridnya di sebuah bukit yang bernama Akademia. Di bukit ini, Plato mengajak murid-muridnya untuk berdiskusi mengasah pikiran.

Berangkat dari bukit Akademia itu, Prof. Asep menyebut istilah akademik kemudian identik dengan area kognitif atau pemikiran.

“Apa yang oleh Plato dibuat kelompok Akademia itu, atau di bukit Akademia, itu tidak lain adalah upaya mengoptimalkan potensi pemikiraan manusia. Jadi selalu diberikan suatu tanya jawab agar potensi berpikirnya berkembang. Itu asal muasal Akademia, termasuk di dalamnya critical thinking,” jelas Prof. Asep.

Prof. Asep menyebutkan beberapa ciri dari critical thinking, yaitu keingintahuan, keterbukaan, skeptis, mempunyai daya analisis, tidak judgemental, berpikir holistik, dan ulet.

Ia mengharapkan mahasiswa UICI dapat membiasakan diri dengan critical thinking, sehingga bisa terhindar dari confirmation bias. Selain itu, critical thinking akan membiasakan seseorang melakukan evaluasi proses.

“Baik proses itu sudah jadi, atau teknologi itu sudah jadi, tetap seseorang itu menanyakan kembali apakah itu benar dan seterusnya,” kata Prof. Asep.

“Selanjutnya manfaat dari critical thinking adalah kemampuan multi faktor analisis. Jadi lebih holistik, lebih integrated. Sehingga orang yang terbiasa melakukan critical thinking bisa menghubung-hubungkan antar faktor, tidak linear, kemudian juga terintegrasi cara berpikirnya, dan orang itu jadi kreatif,” imbuh Prof. Asep. (*)

Sumber

matakita