JAKARTA – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof Suparji Ahmad menjelaskan bahwa polisi, hakim dan jaksa bukanlah simbol negara. Ini mengacu konstitusi dan UU Nomor 24 tahun 2009.

Karenanya, pernyataan politikus PDIP Arteria Dahlan yang mengusulkan polisi, hakim dan jaksa tidak boleh dioperasi tangkap tangan (OTT) ketika melakukan praktek rasuah, karena mereka simbol negara dinilai salah kaprah.

“Lambang negara itu ada 4; lagu kebangsaan adalah simbol negara, lambang negara adalah pancasila, bendera adalah merah putih, bahasa Indonesia adalah bahasa negara. Itulah simbol negara kita,” kata Suparji dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Sabtu siang (20/11).

Menurut Suparji, hakim, jaksa, polisi, secara eksplisit tidak tercantum sebagai simbol negara jika mengacu UU Nomor 24/2009 tersebut. Sebab, mereka adalah alat negara yang antara lain berfungsi untuk melindungi kepentingan negara.

“Hakim, jaksa, polisi, secra eksplisit tidak tercantum di (UU Nomor 24/2009). Tetapi sebagai alat negara iya. Karena kehadirannya untuk melindungi kepentingan negara,” tandasnya.

Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan sebelumnya mengusulkan, aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim hendaknya tidak dapat ditangkap melalui instrumen operasi tangkap tangan (OTT).

Menurutnya, mereka adalah simbol negara di bidang penegakan hukum yang harus dijaga marwah kehormatannya.

“Sebaiknya aparat penegak hukum, polisi, hakim, jaksa, KPK, itu tidak usah dilakukan instrumen OTT terhadap mereka. Alasannya pertama mereka ini adalah simbolisasi negara di bidang penegakan hukum, mereka simbol-simbol, jadi marwah kehormatan harus dijaga,” kata Arteria, Jumat (19/11). (rmol/ima)

Sumber

radartegal