JAKARTA — Bank Syariah diimbau memperhatikan empat hal yang menjadi kunci perkembangannya. Semuanya merupakan elemen dasar yang meniscayakan perbankan syariah menyesuaikan diri sehingga bank syariah memiliki daya tarik dan mendapatkan tempat di hati masyarakat setiap saat.
Empat hal tersebut dijelaskan oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Jakarta, Kuncoro Hadi dalam seminar internasional Tantangan dan Peluang Bank dan Keuangan Syariah di Era Digital pada Kamis 14 Oktober 2021.
Pertama adalah kecepatan. “Kita tak bicara lagi masalah jam, menit, bahkan detik sekalipun. Ukuran kecepatan sekarang sudah sampai nanodetik. Sangat cepat,” ujar Kuncoro dalam sambutannya. Segala approvement sekarang ini berlangsung dengan cepat dan tak lagi mempermasalahkan jarak. Untuk membuat kesepakatan, beberapa pihak yang terpisah jarak, kini sudah disatukan dan dipertemukan dalam satu momentum melalui aplikasi digital. Tak lagi harus menempuh perjalanan jauh, menghabiskan banyak waktu melewati kemacetan, dan berbagai kendala.
Kedua adalah how to atau bagaimana. Maksudnya adalah bagaimana perbankan syariah atau institusi keuangan syariah memberikan pelayanan terbaik dengan standar prosedur yang sederhana, yang tidak rumit, sehingga konsumen nyaman. “Kalau masih ribet maka tak bisa sampai ke masyarakat masa kini,” tambahnya.
Masyarakat digital pasti menginginkan segala hal yang sederhana. Di antara bentuk pelayanan sederhana adalah melalui aplikasi digital. Lewat mobile banking misalkan, nasabah dapat mudah mentransfer uang dan melakukan pembayaran listrik, intenet, operator seluler, dan market place.
“Jadi tatap muka dan komunikasi dengan operator bank diminimalisasi. Orang cukup menekan layar sentuh dan mengetik data,” kata Kuncoro.
Ketiga adalah murah. Orang sekarang menginginkan produk yang harganya murah. Dengan harga terjangkau, orang akan berduyun – duyun datang memanfaatkan pelayanan bank syariah. Mereka akan datang mengunduh aplikasi mobile banking bank syariah misalkan. Kemudian ramai-ramai mendaftarkan diri menjadi nasabah, menyimpan uang, dan menggunakan pembiayaan bank syariah.
Keempat, produk perbankan syariah harus memenuhi unsur humanity (kemanusiaan). Maksudnya adalah user friendly atau dekat dan mudah digunakan. “Tak hanya manusia normal, tapi mereka yang mengalami keterbatasan seperti difabel juga dapat menggunakannya. Nah yang seperti inilah harapan dan idealitas kehadiran bank syariah itu,” imbuh Kuncoro.
Dengan memenuhi empat unsur di atas, bank syariah menjadi akrab dengan masyarakat luas. “Bank Syariah itu harus dijemput zaman, bukan mengejar zaman,” kata Kuncoro. Maksudnya adalah bank syariah harus menjadi daya tarik, sehingga masyarakat nyaman dan memanfaatkan segala pelayanan bank syariah, mulai dari sistem keuangan yang non-riba, bagi hasil yang menguntungkan, memenuhi rasa keadilan, dan sesuai dengan syariat Islam.
Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia Asep Saefuddin menjelaskan, perkembangan teknologi saat ini sungguh luar biasa. Dia mencontohkan apa yang dialami orang-orang era 90-an misalkan. Jika tertidur lama, kemudian bangun, maka yang disaksikan masih sama. Tak ada yang beda dengan kondisi sebelum tidur. Namun saat ini, jika tertidur, kemudian bangun, maka akan menyaksikan perubahan yang luar biasa. Sebentar saja terlelap, maka akan ada, bahkan banyak ketertinggalan. Di era saat ini, setiap orang dan institusi harus memacu langkahnya dengan cepat untuk menyesuaikan diri, bahkan unggul, sehingga menjadi yang terdepan dalam perkembangan teknologi digital.
“Saya melihat bank syariah saat ini harus tampil lebih baik lagi menyediakan pelayanan dan menguatkan produknya sehingga lebih banyak lagi warga kita yang tercerahkan dengan kehadiran bank syariah,” kata Kuncoro.
Literasi bank syariah
Terpisah, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) berkomitmen meningkatkan literasi keuangan syariah di kalangan generasi milenial khususnya mahasiswa melalui program Strategic Sharia Banking Management (SSBM). Sepanjang tahun ini sudah tercatat sebanyak 1.123 mahasiswa dari lima universitas terkemuka mengikuti program tersebut.
SSBM merupakan program kolaborasi BSI dengan Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya, dan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Adapun jumlah peserta terbanyak program SSBM sepanjang 2021 adalah dari Universitas Indonesia.
Dalam program ini, pengajar berasal dari praktisi keuangan syariah BSI. Proses literasi dilakukan dengan metode pembelajaran secara online digital learning, studi kasus, dan tugas kelompok. Hadir dalam Kuliah Umum SSBM Wakil Direktur Utama 2 Bank Syariah Indonesia Abdullah Firman Wibowo, yang memberikan materi tentang pengelolaan kas syariah dan bank internasional.
Dalam paparannya di hadapan para mahasiswa yang dilakukan secara daring, Firman menjabarkan perbedaan perbankan syariah dan konvensional. Dia menjelaskan dasar bisnis perbankan melalui tiga kegiatan yang dilakukan yaitu, menghimpun, menyalurkan, dan memberikan jasa perbankan. Hal yang membedakan antara bank syariah dan konvensional adalah akad.
“Yang lebih penting, sumber dana dan penghimpunan dana melalui prinsip syariah dengan akad yang disepakati antara bank dengan pemilik dana. Dari hasil penghimpunan tersebut, treasury mengelola sumber dana yang masuk dan menggunakan dana tersebut dengan tepat,” kata Firman, dalam keterangan pers.
Dalam penjelasannya Firman pun menekankan treasury bertujuan menjaga kelangsungan bisnis bank melalui kecukupan likuiditas, peningkatan yield atas dana idle, serta dukungan lainnya pada bisnis pembiayaan dan transaksi. Bisnis Internasional pun mendukung kinerja melalui perluasan hubungan strategis dengan counterpart, penetapan credit limit, serta membangun bisnis secara reciprocal.
Sinergi treasury dan bank internasional diperlukan dalam pengembangan bisnis global melalui capacity building baik SDM, teknologi, dan permodalan serta membangun reputasi perusahaan. Sebagai informasi, Program Strategic Sharia Banking Management ini diinisiasi sejak 2020 dengan berkolaborasi bersama Institut Pertanian Bogor (IPB).
Respon dan antusiasme mahasiswa untuk mengikuti program ini cukup baik dengan pendaftar atau mahasiswa terdaftar mencapai 122 mahasiswa dengan rata – rata kehadiran di setiap pertemuan mencapai 95 persen.
Sumber