WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA – Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Prof. Dr. Agus Surono, SH, MH, mengatakan polemik tentang penyerahan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat (TMS) merupakan hak dan kewenangan pimpinan KPK secara kolektif kolegial, sehingga tak ada pelanggaran perundang-undangan dalam hal ini.
“Terkait penyerahan tugas dan tertutupnya peluang 75 pegawai yang tidak lolos untuk menduduki posisi struktural di KPK, memang kewenangan pimpinan,” ujarnya, Sabtu (15/5/2021).
“Hal itu merupakan keputusan yang dapat dikualifikasi sebagai beskhiking yang mengikat, dan sah secara hukum apabila keputusan tersebut dialkukan dengan memperhatikan AAUPB (Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik),” imbuh Agus.
Agus mengungkapkan, polemik isu KPK telah menonaktifkan pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK), harus dipastikan dan dikroscek lebih lanjut kebenaran subtansinya.
“Tapi konsekuensi dari TWK merupakan proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah benar,” katanya.
“Penyerahan tugas ini dilakukan untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugas di KPK, agar tidak terkendala dan menghindari adanya permasalahan hukum berkenaan dengan penanganan kasus yang tengah berjalan,” imbuhnya.
Apalagi, lanjut Agus, secara peraturan perundang-undangan yang berlaku sudah sesuai.
Pertama, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 adalah revisi UU KPK. Pasal 1 ayat 6 UU 19 Tahun 2019 menyebutkan sebagai berikut:
“Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan aparatur sipil negara.”
Kedua, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Pengalihan pegawai KPK menjadi ASN ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) yang meliputi melakukan penyesuaian jabatan-jabatan pada Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini menjadi jabatan-jabatan ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, melakukan identifikasi jenis dan jumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi, memetakan kesesuaian kualifikasi dan kompetensi serta pengalaman Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dengan jabatan ASN yang akan diduduki, melaksanakan pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menjadi PNS atau PPPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan melakukan penetapan kelas jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Ketiga, Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam Perkom itu, diatur tentang pegawai KPK yang beralih jadi ASN tidak boleh terikat kegiatan organisasi terlarang.Dalam Perkom tersebut terdapat sejumlah kategori untuk pegawai KPK seperti tercantum dalam Pasal 1 Perkom Nomor 1 Tahun 2021.
“Secara singkat untuk menjadi pegawai KPK harus memenuhi syarat yang telah ditentukan dan diangkat oleh Pimpinan KPK melalui pengadaan pegawai untuk menjadi pegawai KPK. Nah TWK merupakan salah satu syaratnya,” ujar Agus.
Lalu bagaimana dengan 75 pegawai KPK yang tidak lolos seleksi?
“Pegawai KPK yang tak jadi PNS dapat beralih menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) dengan jabatan yang disesuaikan pada ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya.
“Dengan kata lain, mereka akan diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan,” imbuhnya.
Selanjutnya, ada aturan mengenai formasi jabatan dan masa kerja para pegawai KPK yang disesuaikan dengan aturan tentang jenjang jabatan sebagai ASN.
Menurut Agus, Biro SDM KPK akan memetakan kualifikasi Pegawai KPK dengan jabatan ASN yang pada prosesnya disampaikan ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB).
“Maka pihak-pihak yang menganggap adanya kesalahan putusan tersebut, maka dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan tata usaha negara (PTUN) atas adanya keputusan pejabat TUN tersebut, namun demikian syaratnya bahwa obyek putusan TUN yang dipermasalahkan tersebut sifatnya harus konkrit, individual dan final,” ucapnya.
Kemudian terkait dengan adanya keberatan terhadap hasil assesment yang dilakukan oleh BKN RI, maka hal itu bukanlah menjadi kewenangan KPK.
Karena KPK tidak melaksanakan proses assesment di mana KPK hanya sebagai user dari hasil assessment, dan oleh karenanya tidak memiliki wewenang untuk melakukan kajian ulang hasil assessment BKN-RI.
Sumber