GenPI.co – Kasus tewasnya enam pendukung Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) diduga akan berbuntut panjang. Pengamat politik Ujang Komarudin bahkan menduga kasus tersebut akan sangat merugikan kredibilitas pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Karena, kita tahu kalau polisi itu di bawah kendali langsung presiden,” kata Ujang kepada GenPI.co, Selasa (8/12). Menurut pengajar di Universitas Al Azhar Indonesia itu, presiden perlu memberi perintah ke bawahannya untuk menangani kasus yang terjadi secara profesional dan transparan. “Saya kira ini penting, karena kredibilitas pemerintahan Jokowi akan sangat dirugikan jika tak ditangani dengan adil oleh pemerintah,” bebernya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review itu menilai nama baik pemerintah dipertaruhkan dalam hal ini.
Seandainya pemerintah salah mengambil langkah, kepercayaan masyarakat bisa runtuh. Namun, jika ditangani dengan baik, maka kepercayaan publik pada pemerintahan Jokowi akan meningkat. “Jika Presiden mengusut tuntas kasus tersebut dengan benar dan adil, lalu menghukum yang salah, maka publik akan makin percaya pada Jokowi,” papar Ujang. Sementara itu kejanggalan peristiwa tersebut dibongkar Koalisi LSM yang terdiri dari YLBHI, LBH Jakarta, ICJR hingga Amnesty International Indonesia. Koalisi LSM menduga kuat terdapat pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak atas peradilan yang adil dan hak hidup warga negara.
“Konstitusi RI menjamin setiap orang yang melakukan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia harus diajukan ke pengadilan dan dihukum melalui proses yang adil dan transparan,” demikian isi keterangan pers LBH yang diterima GenPI.co, Selasa (8/12). Beberapa kejanggalan di antaranya mengapa polisi sampai membuntuti pihak FPI hanya karena mendengar kabar akan ada pengerahan massa untuk unjuk rasa. Adapun poin kejanggalan lainnya dijelaskan dalam poin berikut:
1. Alasan penembakan juga bersifat umum, yaitu karena ada penyerangan dari anggota FPI. Jika memang ada senjata api dari pihak FPI mengapa tidak dilumpuhkan saja? Jika memang terdapat dugaan memiliki senjata api dan tidak memiliki izin tentunya ini merupakan pelanggaran hukum dan harus diusut tuntas pula.
2. Kejanggalan lainnya adalah CCTV di lokasi kejadian yang tidak berfungsi. Tentang kronologi kejadian juga saling bertolak belakang antara FPI dan kepolisian.
3. Koalisi menegaskan bahwa penggunaan dengan senjata api oleh kepolisian seharusnya hanya merupakan upaya terakhir yang sifatnya untuk melumpuhkan dan hanya dapat dilakukan oleh anggota Polri ketika ia tidak memiliki alternatif lain.
4. Tindakan aparat kepolisian yang menggunakan senjata api secara sewenang-wenang merupakan sebuah pelanggaran HAM dan pelanggaran hukum acara pidana yang serius.
5. Koalisi khawatir tindakan brutal seperti ini tidak mendapatkan sanksi. Selama ini hampir tidak ada penegakan hukum sungguh-sungguh terhadap tindakan unlawful killing maupun extrajudicial killing yang diduga kuat oleh aparat.
6. Adapun upaya penembakan yang ditujukan untuk melumpuhkan pelaku kejahatan memang diperbolehkan dalam keadaan tertentu. Perkap 1/2009 secara tegas dan rinci telah menjabarkan dalam situasi seperti apa upaya penembakan dapat dilakukan dan prinsip-prinsip dasar apa saja yang harus selalu dipegang teguh oleh aparat kepolisian
7. Dengan berkaca pada ketentuan sebagaimana di atas, Koalisi Masyarakat Sipil meminta penyelidikan yang serius, transparan dan akuntabel terhadap penembakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian yang menyebabkan 6 orang meninggal dunia.(*)
Sumber
GenPI.co