RMco.id Rakyat Merdeka – Urusan reshuffle kabinet, kini mulai dikaitkan dengan urusan klenik. Waktunya, bisa Rabu Pon, Rabu Kliwon atau Rabu lainnya. Ini sesuai dengan kebiasaan Presiden Jokowi di periode sebelumnya. Yang pasti, Jokowi akan menjaga hati Megawati dan Prabowo kalau mau rombak kabinet.

Hingga kemarin, pihak Istana masih bungkam soal wacana reshuffle. Padahal, belakangan ini desakan agar Presiden melakukan bongkar pasang kabinet makin besar. Khususnya, usai dua menteri kena ‘kartu merah’ dari KPK. Yakni Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari Batubara.

Jazilul Fawaid punya analisa soal ini. Waketum PKB ini tak ragu menyebut, tanggal 23 Desember atau 30 Desember jadi waktu yang pas bagi Presiden melakukan reshuffle.

Kenapa? “Kalau bulan ini, tanggal 23 Desember jatuhnya Rabu Pon neptunya 14 Lakuning Rembulan. Berikutnya 30 Desember Rabu Kliwon, neptunya 15 Lakuning Srengenge (Matahari). Semua sama bagusnya,” kata Jazilul kepada wartawan di Jakarta, kemarin.

Wakil Ketua MPR ini berpendapat, Rabu Pon atau Rabu Kliwon adalah hari yang bagus serta lebih tenang. Namun, kalau boleh memilih, Jazilul menyarankan, Jokowi mengambil Rabu Pon saja.

“Rabu Pon bagus, lebih adem ayem. Namun itu mutlak kewenangan Presiden kapan hari yang tepat dan pengganti yang tepat pula,” tuturnya.

Selama ini, Presiden Jokowi beberapa kali melakukan reshuffle kabinet pada hari Rabu. Entah disengaja atau memang hanya kebetulan saja. Namun, 4 kali reshuffle yang Jokowi lakukan di periode pertama sebagai Presiden, semua dilakukan hari Rabu.

Pertama, ketika melakukan reshuffle jilid I di Kabinet Indonesia Kerja. Peristiwa itu teradi Rabu Pon, 12 Agustus 2015. Reshuffle jilid II, dilakukan hari Rabu Pon, 27 Juli 2016. Perombakan kabinet
jilid III dan IV juga dilakukan Rabu. Tapi keduanya dilakukan pada Rabu Pahing. Yakni tanggal 17 Januari 2018 dan 15 Agustus 2018.

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Maswadi Rauf mengatakan, reshuffle memang sudah saatnya dilakukan. Tidak hanya untuk 2 kursi menteri yang tersangkut kasus korupsi, tapi juga bisa menyasar menteri lainnya.

“Kasus 2 menteri tadi bisa jadi momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh,” kata Maswadi kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Untuk melakukan merombak kabinet, Maswadi menilai, Jokowi tidak mungkin ambil keputusan sendiri.

Presiden tetap akan menjalin komunikasi dengan pimpinan partai politik pada koalisi pendukung pemerintah. Khususnya, pada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.

“Nggak bisa semau-maunya. Tetap harus sowan pada pimpinan parpol dulu,” tegasnya.

Selain agar tidak terjadi perubahan konfigurasi partai, Jokowi juga harus menjaga hati Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri. “Harus itu! (Jaga hati Mega dan Prabowo). Supaya aman bagi presiden dan partai terkait,” ujarnya.

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin meyakini jatah PDIP dan Gerindra tidak akan berkurang. Porsinya masih sama seperti kesepakatan awal.

“Pengganti menteri yang kosong itu kemungkinan akan tetap di isi kader PDIP dan Gerindra,” kata Ujang kepada Rakyat Merdeka tadi malam.

Opsi lainnya, lanjut dia, bisa saja jatah PDIP dan Gerindra akan dilakukan tukar guling. Misalnya, Gerindra yang tadinya pegang Menteri KKP bisa digeser ke Kementerian Pertanian atau kementerian lain. “Jadi jatahnya tak berkurang,” pungkasnya.

Tidak Dibahas Di Rapat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Biroksi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo menegaskan, selama ini wacana reshuffle tidak pernah disinggung dalam semua rapat kabinet. Para menteri juga tidak berani menyinggung hal tersebut pada Presiden Jokowi.

“Kami ini ‘TNI’ (tunduk, nurut dan instruksi) pada Presiden. Sepatah kata pun, tidak berani kami menyinggung soal reshuffle. Itu hak prerogatif Presiden,” kata Tjahjo saat menjadi narasumber diskusi virtual bersama Rakyat Merdeka, kemarin.

Eks Sekjen PDIP ini menegaskan, menteri ditunjuk Presiden harus siap tanda tangani kontrak untuk diganti atau dipindahtugaskan kapan saja. Bisa satu hari, satu bulan satu tahun atau 1 periode.
“Saya tidak pernah membantah, ketika di periode kedua ini saya ditugaskan Presiden sebagai Menpan-RB. Pokoknya kita ‘TNI’. Harus siap,” tegas eks Menteri Dalam Negeri ini. [SAR]

Sumber
Rakyat Merdeka