BERITA SUBANG – Pemeriksaan terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan oleh Diskrimum Polda Metro Jaya terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan dalam kegiatan pernikahan anak Habib Rizieg Shihab mengundang sejumlah tanda tanya. Pemeriksaan ini dinilai lebih kuat nuansa politisnya dibanding upaya penegakan hukum.

Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin mengatakan polisi harusnya bisa berlaku adil kepada semua kepala daerah. Hal ini karena pelanggaran terhadap protokol kesehatan terjadi dibeberapa daerah.

“Kita lihat misalnya kerumunan yang terjadi di Bandara Soekarno Hatta dan di Simpang Gadong, Ciawi, Jawa Barat. Ini bukan lagi persoalan Gubernur DKI Jakarta, tapi sudah lintas provinsi. Kenapa hanya Anies yang dipanggil, sementara Ridwan Kamil tidak? Jangan-jangan ada udang dibalik batu,” sindir Direktur Indonesia Political Review (IPR) tersebut.

Disisi lain, Ujang menilai jika terjadi pelanggaran terhadap protokol kesehatan, maka sejatinya yang memanggil Anies Baswedan adalah Presiden Jokowi atau Menteri Dalam Negeri. Keduanya merupakan atasan langsung Gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah.

“Anies (Baswedan) itu harusnya dipanggil oleh Presiden atau Mendagri. Ini kenapa yang panggil Polda Metro,” tanya Ujang kepada BERITA SUBANG, Rabu, 18 November 2020.

Akademisi asal Subang, Jawa Barat tersebut menambahkan, pemeriksaan terhadap Anies Baswedan penuh dengan kejanggalan dan lebih kuat nuansa politiknya. Hal ini tidak terlepas dari persaingan menuju Pilpres 2024. Anies menurutnya, merupakan sosok yang mempunyai peluang cukup besar untuk dimaju di Pilpres 2024. Dan sejak awal, Anies sudah memilih “jalan” yang berbeda dengan pemerintah pusat.

“Upaya-upaya yang dilakukan oleh kepolisian ini merupakan cara-cara lama seperti yang dilakukan terhadap kelompok-kelompok kritis terhadap pemerintah. Semuanya dilakukan lewat instrumen hukum. Dan sepertinya cara yang sama akan dilakukan terhadap Anies Baswedan,” terang Ujang.

Hal senada juga disampaikan oleh Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsuddin. Din menilai, pemeriksaan tersebut alih-alih untuk menjalankan proses hukum, tapi merupakan sesuatu yang tidak wajar dan lebih bernuansa politik.

“Belum pernah terjadi Polda memanggil seorang Gubernur yang merupakan mitra kerja hanya untuk klarifikasi, kecuali dalam rangka penyidikan. Mengapa tidak kapolda yang datang?” ujarnya, Rabu, 18 November 2020.

Hal yang sama juga disampaikan oleh anggota TUGPP, Tatak Ujiyati. Dikutip dari akun Twitternya @tatakujiyati, dia menyebut pemanggilan Anies Baswedan oleh Direskrimum Polda Metro tidak wajar dan lebih sarat muatan politis.

Tatak menjelaskan, sejak awal, Pemerintah Provinsi DKI sudah proaktif terkait keramaian di acara Habib Rizieq. Hal itu dibuktikan dengan pemberian surat peringatan kepada panitia acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Tebet dan kepada Habieb Rizieq terkait acara pernikahan putrinya oleh Walikota Jakarta Barat tanggal 13 November 2020.

“Cek di mana tempat di Indonesia, ada nggak Kepala Daerah lain yang berbuat sama, beri surat peringatan untuk antisipasi kampanye pilkada/ acara kerumunan lain,” tulis Tatak dikutip dari akun Twitternya, @tatakujiyati.

Terkait dengan izin kegiatan, menurutnya itu seharusnya menjadi domain kepolisian. “Kalau soal ijin atau tidak, itu harus cek ke Kepolisian apakah ada pemberitahuan penyelenggaraan keramaian karena itu ranah Polisi. Yang jadi ranah Pemprov DKI adalah memastikan acara keramaian/ ibadah sesuai protokol yang ditentukan dalam Pergub 79 tahun 2020 tentang PSBB Transisi,” lanjutnya.

Dirinya menilai, polisi salah alamat jika menyalahkan Gubernur Anies Baswedan terkait pelanggaran terhadap protokol kesehatan sebagaimana diatur dalam UU Karantina Kesehatan.

“Kalau soal dugaan tak patuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, yang jadi target harusnya panitia acara. Contoh lainnya Wakil DPR Tegal, jadi tersangka karena jadi penyelenggara acara dangdut. Anies jelas bukan panitia acara, kok dipanggil,” tanyanya.***

Sumber
Berita Subang