Jakarta, CNN Indonesia — Presiden RI Joko Widodo secara resmi menandatangani omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang disepakati dalam Rapat Paripurna DPR pada 5 Oktober lalu. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan menyatakan Jokowi teken UU Ciptaker pada Senin (2/11) siang.
Jokowi teken UU Ciptaker berjumlah halaman 1.187. Jumlah itu lebih banyak dari yang semula diserahkan DPR sebanyak 812 halaman. UU Ciptaker itu pun berlaku dengan diberi nomor 11 Tahun 2020.

Omnibus law Ciptaker sejak mula pembahasan hingga disepakati dalam rapat paripurna DPR, lalu diteken Jokowi, menuai resistensi yang besar dari kalangan rakyat. Gelombang aksi pun terjadi di sejumlah wilayah Indonesia–yang umumnya digerakkan massa buruh, mahasiswa, hingga koalisi sipil.

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengaku sudah memprediksi sejak awal bahwa Jokowi akan meneken UU Cipta Kerja. Sebab, UU itu merupakan salah satu janji Jokowi yang diutarakan dalam pidato kenegaraan pertamanya setelah dilantik menjadi Presiden RI periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019.

Meskipun demikian, Ujang menilai keberadaan UU Ciptaker yang telah diteken Jokowi ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap mantan wali kota Solo itu. Hal tersebut, sambungnya, tak lepas dari resistensi atas UU Ciptaker hingga kondisi negara Indonesia saat ini.

“Meskipun UU itu otomatis akan berlaku, kalau diteken banyak ruginya. Yang jelas, tingkat ketidakpercayaan publik terhadap Presiden Jokowi nantinya akan makin dalam,” kata Ujang kepada CNNIndonesia.com, Senin (2/11) malam.

Ujang menilai pilihan Jokowi untuk meneken UU Cipta Kerja sebagai pertaruhan citra dan simpati politiknya di hadapan publik. Keputusan itu akan meruntuhkan ekspektasi publik yang selama ini menganggapnya sebagai presiden prorakyat kecil (wong cilik).

“Tapi kan saat ini masyarakat banyak yang kecewa. Ini perlu diantisipasi. Sama seperti si 2014 ada Jokowi effect, dimana ada harapan dari banyak masyarakat yang menganggap Jokowi sebagai presiden yang prorakyat kecil. Ini jadi pertaruhan,” katanya.

UU Cipta Kerja sendiri masuk sebagai salah satu dari sederet aturan kontroversial dan tak populer bagi masyarakat yang disahkan di bawah pemerintahan Jokowi belakangan ini.

Pada periode pertama kepresidenan Jokowi, 2014-2019, juga sebelumnya terdapat sederet UU kontroversial yang dilahirkan dan dibahas lalu dilanjutkan hingga periode ini. Beberapa di antaranya revisi UU KPK yang disahkan pada periode lalu, kemudian beberapa undang-undang yang disahkan pada periode ini yakni UU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) dan UU Mahkamah Konstitusi (MK).

Ujang mengatakan resistensi yang disampaikan berbagai lapisan kelas sosial masyarakat: Dari mulai kelas menengah seperti akademisi, aktivis, mahasiswa, hingga tokoh agama merupakan bentuk kekhawatiran terdampak atas penerapan UU tersebut.

“Kelompok-kelompok ini yang jadi motor penggerak menurunnya kepercayaan rakyat dengan Jokowi bila UU diteken. Jadi bukan dari kalangan kelas bawah atau buruh saja yang dirugikan. Ini udah lintas segmentasi kelas yang dirugikan,” kata Ujang.

Sadar akan konsekuensi itu, Ujang menilai Jokowi kini tengah mengambil risiko berjalan di tengah kebijakan yang tak populer. Jokowi, kata dia, memilih jalan berbeda dengan banyaknya tuntutan masyarakat yang menolak pengesahan UU Cipta Kerja saat ini.

“Hampir semua kalangan kecewa. Kalangan akademisi, intelektual, kalangan kelas menengah, kelas bawah, khususnya kaum pekerja itu. Karena UU Cipta Kerja itu berdasarkan semua segmentasi masyarakat. Sesungguhnya penolakan itu datang dari seluruh kalangan masyarakar. Sekarang Jokowi memilih jalan sendiri yangg berbeda dengan tuntutan itu,” kata Ujang.

Tapi, jalan Jokowi tak akan sekuat itu tanpa dukungan partai politik. Sebagai informasi, dalam Rapat Paripurna DPR pada 5 Oktober lalu dari sembilan fraksi hanya dua yang menolak pengesahan UU Ciptaker yakni PKS dan Demokrat (yang memilih walk out).

Berbeda dengan Jokowi yang tak bakal bisa mengikuti pemilihan presiden lagi setelah 2024, para partai politik pendukun omnibus law Ciptaker itu harus berpikir keras agar persetujuan mereka atas beleid tersebut tak berpengaruh pada elektabilitas partai.

Ke depannya, kata Ujang, para parpol pasti akan mencari cara dan strategi agar masyarakat tetap simpati dan memilihnya kembali di 2024 mendatang

“Karena itu UU Cipta Kerja harus ada win-win solution, pemerintah, DPR dan pekerja. Kalau enggak ada win-win solution dan ingin menang sendiri, maka tadi akan menganggap apa yang dijanjikan saat Pilpres dan Pemilu dan yang dilakukan jauh berbeda. Ini bahaya kehilangan legacy-nya,” kata Ujang.

Senada Ujang, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai Jokowi sadar potensi menurunnya tingkat kepercayaan dari publik dengan penekenan UU Cipta Kerja.

Terlebih, ketidakpercayaan itu makin diperparah akibat masih direvisinya beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja setelah disahkan pada Sidang Paripurna DPR.

Diketahui, naskah awal UU Cipta Kerja usai disahkan DPR dan pemerintah berjumlah 905 halaman. Draf itu berkali-kali direvisi setelah diketok. Pada Jumat (9/10), draf menjadi 1.062 halaman. Lalu menjadi 1.035 halaman pada Senin (12/10). Tak sampai 24 jam, ketebalan kembali berkurang jadi 812 halaman. Jumlah 812 halaman itulah yang kemudian secara resmi diserahkan DPR kepada pemerintah pada 14 Oktober lalu. Dan, kini setelah diteken Jokowi, draf itu bertambah tebal kembali jadi 1.187 halaman.

“Saya pikir potensi ketidakpercayaan itu juga ada, mengingat fakta terbaru seputar intervensi Istana soal revisi beberapa pasal UU itu,” kata Wasisto.

Seperti yang diungkap Ujang, Wasisto menyatakan potensi turunnya kepercayaan terhadap pemerintahan Jokowi imbas pengesahan UU Cipta Kerja tak hanya disumbang oleh para kelompok buruh semata. Melainkan banyak disumbang kalangan kelas menengah, seperti mahasiswa, akademisi, hingga aktivis LSM.

Meski demikian, Wasisto meneropong potensi turunnya kepercayaan dari kelompok-kelompok tersebut terhadap pemerintah masih bersifat fluktuatif dan belum terinstitusi dengan baik. Sehingga, lanjut Wasisto, masih ada banyak waktu untuk Jokowi mengambil simpati elemen masyarakat tersebut dengan mengeluarkan pelbagai kebijakan yang pro rakyat ke depannya.

“Masih naik turun, saya pikir masih bisa [mengambil simpati]. Hanya saja karena pandemi ini, interaksi terbatas,” kata Wasisto.

Sejauh ini, massa buruh menyatakan akan turun kembali melakukan aksi menuntut pembatalan omnibus law Ciptaker pada 10 November nanti di Jakarta, lalu disusul juga di sejumlah daerah lain. Selain itu, beberapa elemen buruh seperti KSBSI dan KSPI menyatakan akan melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, baik uji materiil maupun uji formil atas UU Ciptaker.

Sumber
CNN Indonesia