Ketidakhadiran Joko Tjandra dalam sidang PK menimbulkan pendapat hukum yang saling berbeda mengenai kelanjutan perkara tersebut.
Buron skandal pengalihan hak tagih Bank Bali Joko Tjandra mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis dua tahun penjara. Namun, Joko Tjandra sudah dua kali tak hadir dan hakim pun menunda sidang PK. Ketidakhadiran Joko Tjandra dalam sidang PK menimbulkan pendapat hukum yang saling berbeda mengenai kelanjutan perkara tersebut. Pendapat pertama menyatakan PN Jakarta Selatan harus menolak permohonan PK karena kehadiran pemohon merupakan syarat PK yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar menyatakan dalam Pasal 265 ayat 1 KUHP disebutkan pemohon dan jaksa ikut hadir dan menyampaikan pendapatnya di persidangan. “Mestinya (PK) digugurkan karena syarat dalam KUHP itu Pasal 265 dia (Joko Tjandra) harus hadir,” kata Fickar kepada Katadata.co.id, Rabu (15/7).
Fickar juga menyoroti soal Joko Tjandra yang diduga memalsukan identitasnya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) dan berhasil membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik. Sebelum mengajukan PK, Joko Tjandra mengurus e-KTP di Kelurahan Grogol, Jakarta Selatan pada 8 Juni lalu. Pendapat berseberangan datang dari dosen ilmu hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji, yang menyebutkan persidangan PK dapat digelar in absentia atau tanpa kehadiran pemohon. Dia menyebutkan sidang PK setara dengan banding atau kasasi yang tak memerlukan terpidana hadir di persidangan. “Sidang PK itu tidak seperti di tingkat 1 yang harus dihadiri terdakwa untuk mempertanyakan keberatan atau tidak terhadap pernyataan saksi atau jaksa,” kata Supardji. Sehingga, Supardji menilai ketidakhadiran Joko Tjandra cukup diwakilkan kuasa hukumnya. “Proses persidangan PK dapat dilanjutkan,” kata dia.
Sidang PK yang sudah digelar dua kali tersebut ditunda karena Joko Tjandra tak hadir dalam sidang. Kuasa hukum Joko Tjandra Andi Putra Kusuma mengatakan kliennya masih menjalani pengobatan di salah satu rumah sakit di Kuala Lumpur, Malaysia.
Hingga saat ini kejaksaan masih terus memburu Joko Tjandra. Direktur Penyidikan Pada Jampidsus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengatakan, pelacakan keberadaan Joko Tjandra dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Bidang lntelijen. Koordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM pun akan dibenahi agar tak kembali kecolongan saat Joko berusaha masuk ke Indonesia. Joko Tjandra terjerat kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali yang terjadi pada 1999. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sempat memvonis bebas dari segala tuntutan pada Oktober 2008. Kejaksaan kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) setelah kalah di PN Jakarta Selatan. Pada Juni 2009, kejaksaan memenangkan PK dan Joko Tjandra kembali divonis bersalah dengan tuntutan dua tahun hukuman penjara dan denda Rp 15 juta. Selain itu, Joko diminta mengembalikan hasil kejahatan senilai Rp 546 miliar pada negara. Sebelum hukuman tersebut dieksekusi, Joko kabur ke Papua Nugini dan diduga pindah kewarganegaraan. Dikutip dari Kompas, adik Joko Tjandra, dan seorang kerabatnya pernah menemui Presiden Joko Widodo di tengah jamuan malam kenegaraan bersama Perdana Menteri Papua Niugini Peter Charles Paire 0’Neill di Gedung Parlemen, Port Moresby, Papua Nugini, Senin 11 Mei 2015.
Sumber
Katadata
Penulis: Tri Kurnia Yunianto
Editor: Yuliawati