JAKARTA – Kasus pemerkosaan terhadap anak-anak belakangan marak terjadi lagi. Belum lama, pria berinsial S (40) memperkosa empat anak di bawah umur. Bahkan, aksi bejatnya telah dilakukan selama setahun terakhir.

Aksi pemerkosaan ini terjadi di Pagedangan, Kabupaten Tangerang. Selama melancarkan aksi bejatnya, modus yang digunakan mengiming-iming korban dengan cara memberi uang. Hingga akhirnya, tindakannya terungkap pada 1 Juli.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, alasan S melakukan pemerkosaan terhadap empat anak di bawa umur dikarenakan telah bercerai dengan istrinya pada 2009 silam.

Kemudian, perkara serupa terjadi di daerah Denpasar, Bali. Pria berusia 54 tahun berinisial IMY nekat memperkosa menantunya, NMS, yang saat itu sedang tertidur, pada 29 April 2020.

Aksi bejat pria tua ini bemula ketika korban tertidur di kamar dengan kondisi pintu tak terkunci. Lantas, IMY masuk ke kamar itu dan langsung membekap serta memperkosa korban.

Selama beberapa bulan, korban tak berani bercerita kepada siapapun. Hingga akhirnya, korban menceritakan kepada orang tuanya atas aksi bejat mertuanya tersebut.

Sehingga, mereka nemutuskan untuk melaporkan perbuatan IMY ke polisi pada 29 Juni. Sehari berselang dari pelaporan, IMY ditangkap di kediamannya.

Alasan anak jadi korban pemerkosaan
Dengan maraknya aksi pemerkosaan yang menjadikan anak di bawah umur sebagai korban, pengamat hukum pidana dari Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad mengatakan, setidaknya ada beberapa faktor yang menyebebakan hal tersebut terjadi.

Namun, salah satu faktor yang terbesar, yakni, rasa aman pelaku. Sebab, dengan menjadikan anak sabagai korban, pelaku bisa mengancam sesuka hati agar korban tak melaporkan.

Sehingga dengan adanya ancaman itu, korban akan merasa ketakutan dan memilih bungkam kepada siapapun atas apa yang sudah terjadi.

“Merasa aman karena berada dalam lingkungan yang dia kuasai dan bersifat tertutup karena akses luar tidak bisa masuk,” kata Suparji, Minggu, 5 Juli.

Faktor lainnya berkaitan dengan permasalahan psikologi dari pelaku atau seks menyimpang. Sehingga, pelaku memang sengaja mengincar anak sebagai pelampiasan nafsu bejadnya.

Di sisi lain, faktor pendorong adalah adanya kesempatan. Dengan adanya kesempatan, pelaku bisa leluasa melakukan apa yang dikehendaki termasuk memperkosanya.

“Kesempatan yang terbuka untuk melakukan kejahatan tersebut menjadi pendorongnya,” pungkas Suparji.

Sumber
VOI