JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mewanti-wanti kepada aparatur sipil negara (ASN) dan para penegak hukum untuk menjunjung tinggi akuntabilitas dan transparansi penggunaan anggaran penanganan virus Corona atau COVID-19.
Sebanyak Rp 667,2 triliun anggaran digelontorkan pemerintah untuk pengananganan dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) dari wabah yang mematikan ini, sehingga sampai Jokowi meminta ‘gigit’ oknum korupsi dana COVID-19 ini.
Pengamat Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad mengatakan dana COVID-19 memang sangat besar yang dikelola dari pusat hingga desa. Sehingga, potensi penyelewengannya pun sangat besar.
“Maka Jokowi memberikan instruksi kepada aparat penegak hukum untuk bertindak tegas kepada pihak yang mengorupsi dana tersebut. Kata gigit menunjukkan ketegasan dan sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, yakni hukuman mati bagi korupsi dana bencana,” tutur Suparji saat dihubungi SINDOnews, Selasa (16/6/2020).
Di sisi lain, kata Suparji, istilah gigit juga dapat dimaknai adanya keinginan dari semua pihak agar tidak ada yang main-main dengan dana COVID-19. Mengingat perilaku korupsi masih banyak terjadi di Indonesia.
Menurut dia, adanya KPK dan aparat penegak hukum lain serta sanksi hukum kepada koruptor, faktanya masih belum membuat jera dan mengedukasi pejabat, penguasaha maupun elemen masyarakat lain untuk tidak korupsi.
Bahkan, Suparji melihat ada kecenderungan korupsi masih banyak terjadi karena ada asumsi bahwa yang terkena aparat penegak hukum hanya yang “apes” dan lemah posisinya. Selain itu, sistem politik yang semakin tersentralisasi dan oligarkis juga dapat berkontribusi melanggengkan korupsi di Indonesia. Baca juga: Bansos Dinilai Tak Tepat Sasaran, Jubir: Ini Jadi Perhatian Serius Presiden)
“Maka pernyataan tersebut patut diapresiasi dan terbukti secara otentik harus dilaksanakan, tidak sekadar retorik,” paparnya.
Sumber
SindoNews