JAKARTA, REQnews – Masyarakat Indonesia yang ingin mencari keadilan di Indonesia tampaknya harus kembali menerima kenyataan pahit beberapa hari ini. Pasalnya, alasan jaksa menuntut dua penyerang Novel Baswedan hukuman pidana selama 1 tahun penjara, sangat menyayat hati para pencari keadilan.

Dua penyerang Novel, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis dituntut jaksa dengan hukuman 1 tahun penjara. Keduanya dinilai melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kata jaksa, para terdakwa tidak sengaja menyiram air keras ke bagian muka yang akhirnya membuat buta salah satu mata Novel. Pernyataan jaksa ini pun membuat kemarahan publik sehingga viral hingga trending topic di Twitter, dengan hastag #GakSengaja.

Salah satu paling banyak mendapat sorotan, adalah Jaksa Fedrik Adhar yang oleh netizen dibongkar gaya hidup mewahnya hingga perilakunya dalam bertugas.

Menyikapi kasus ini, Pengamat Kebijakan Publik Yanuar Wijanarko menilai tuntutan dan alasan yang diberikan JPU kasus Novel, bisa memicu kemarahan masyarakat. “Kondisi ini membuktikan bahwa sekalipun Jaksa Agung sudah berganti ke tangan ST Burhanuddin, ternyata masih belum ada perubahan dalam penegakan hukum di Indonesia,” kata Yanuar di Jakarta, Senin 15 Juni 2020.

Jika rakyat sudah marah, lanjut Yanuar, maka kepercayaan terhadap institusi Kejaksaan pun sudah memudar. Bahkan bisa berujung pada penutupan institusi Kejaksaan.

Ia pun mempertanyakan niat Jaksa Agung ST Burhanuddin yang ingin mereformasi penegakan hukum dan sumber daya manusia di institusi Adhyaksa. Pasalnya, mantan Kajati Maluku Utara ini gagal memberantas oknum jaksa yang bermental bobrok.

“Ibaratnya, jaksa berprestasi disingkirkan dan jaksa yang bermental bobrok malah dipromosi. Ini sudah tidak sehat,” ujarnya lagi.

Di tambah ada disparitas keadilan kasus penyiraman air keras yang serupa dengan kasus Novel. Yakni Lamaji (39), warga Desa Randubango RT 16 RW 05, Kecamatan Mojosari, Mojokerto, Jatim, penyiram air keras terhadap Dian Wilansari alias Citra (24) warga Kecamatan Kemlagi.

Jaksa dalam kasus ini menuntut 15 tahun penjara dan akhirnya divonis 12 tahun penjara. “Yang pertanyaan, apakah mazhab atau buku pelajaran hukum yang diterima para jaksa itu beda-beda?Ini sangat berbahaya jika kondisi kejaksaan masih seperti ini. Rakyat kecil yang jadi korban,” kata dia.

Senada, Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad menilai tuntutan kepada kedua penyerang Novel jauh dari rasa keadilan
“Tuntutan itu jelas jauh dari rasa keadilan masyarakat,” ujar Suparji.

Suparji mengkritik penyataan jaksa terkait ketidaksengajaan para penyerang menyiram air keras ke bagian mata. Menurutnya, itu alasan yang mengada-ada.

“Dia mengilustrasikan niatnya adalah hanya menyiram badan, kemudian kena mata ya sebetulnya kan seorang pelaku sudah memperkirakan bahwa minyak (air keras) yang dipakaikan, minyak yang membahayakan, jadi saya kira itu alasan yang mengada-ada,” kata dia.

Suparji turut berkomentar mengenai hal lainnya yang meringankan tuntutan. Salah satunya soal permintaan maaf para pelaku terkait aksi penyiraman air keras.

“Alasan yang meringankan karena dia minta maaf, kemudian dia kooperatif, Saya kira itu adalah tidak tepat, dia itu minta maaf ke siapa? Apakah Novel Baswedan sudah memaafkan itu dan koperatif kan ukurannya apa gitu maka saya mengatakan ini jauh dari rasa keadilan masyarakat,” kata Suparji.

Sumber
REQnews