Jakarta: Penangkapan peneliti kebijakan publik dan pegiat advokasi legislasi, Ravio Patra, oleh kepolisian dinilai gegabah. Polisi perlu mengantongi barang bukti sebelum penangkapan.

“Penangkapan tersebut semestinya tidak perlu dilakukan, karena yang disampaikan belum jelas kebenarannya,” kata pakar hukum pidana Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad, kepada Medcom.id, Kamis, 30 April 2020.

Suparji menilai polisi mestinya menyelidiki lebih dahulu laporan provokasi dan ujaran kebencian yang diduga dilakukan Ravio.Dia menyebut ada dua hal yang harus jelas sebelum penangkapan.

“Apakah yang membuat memang yang bersangkutan dan apakah memiliki muatan kebencian atau provokasi,” papar Suparji.

Dua hal itu, kata dia, dibutuhkan saat pemeriksaan oleh penyidik. Hal itu untuk menghindari kesalahpahaman terhadap penindakan bila memang akun WhatsApp Ravio diretas orang tak bertanggung jawab.

“Tindakan tegas hendaknya diberikan kepada pihak yang meretas, karena telah menimbulkan banyak kerugian pemilik akun,” tutur dia.

Suparji menilai penangkapan terhadap Ravio membuat warga negara tidak berani kritis terhadap suatu kebijakan. Meski, warga harus berhati-hati saat mengkritik.

“Supaya tidak menimbulkan masalah hukum,” kata dia.

Namun, dia mengapresiasi tindakan kepolisian. Ia meyakini tindakan itu semata untuk mencegah potensi yang menimbulkan kerusuhan.

“Patut diapresiasi, tetapi harus proporsional, prosedural, dan berada dalam bingkai hukum yang demokratis,” ujar dia.

Ravio Patra sempat ditangkap dan ditahan pada Rabu malam, 22 April 2020. Dia diduga menyebarkan provokasi lewat pesan WhatsApp.

Ravio menegaskan tak pernah menyebarkan provokasi. Dia menyebut akun WhatsApp-nya diretas orang tak bertanggung jawab. Kejadian ini telah dilaporkan Ravio ke Polda Metro Jaya, Senin, 27 April 2020.

Sumber
Medcom