Jakarta, CNN Indonesia — Sejumlah kebijakan dan aturan yang diterbitkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam penanganan pandemi virus corona (Covid-19) mendapat kritik dari berbagai pihak.

Namun, kritik itu tak hanya datang dari parpol nonkoalisi pemerintah dan pengamat. Belakangan, kader PDIP–yang notabene partai asal Jokowi–pun turut mengkritik kebijakan yang ditelurkan sang presiden.

Salah satunya Masinton Pasaribu yang kini tercatat sebagai Anggota DPR di Komisi III dari fraksi PDIP.

Lewat kicauan di media sosial Twitter miliknya pada Sabtu (18/4) lalu, Masinton mengaku mencium aroma oligarki dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang anggaran penanggulangan virus corona serta dampak sosial dan ekonominya.

Bukan hanya Masinton, koleganya di DPR yakni Deddy Yevri Sitorus pun mempersoalkan kebijakan Jokowi terkait situasi pandemi corona.

Anggota Komisi VI DPR dari fraksi PDIP itu mempersoalkan program pelatihan daring dalam Kartu Prakerja yang dinilai tidak efektif. Senin (20/4) lalu, Deddy dalam pernyataan tertulisnya mengatakan program Kartu Prakerja seharusnya diubah menjadi bantuan langsung usaha atau padat karya selama masa pandemi corona.

Menyikapi langkah dua politikus banteng tersebut, Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menilai itu sebagai indikasi bahwa PDIP tidak senang dengan kebijakan Jokowi.

“Bisa saja indikasi bahwa PDIP tidak senang dengan kebijakan yang dikeluarkan Jokowi. Karena dianggap melanggengkan oligarki, menutup-tutupi korupsi, dan tak berpihak pada rakyat,” kata Ujang saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (21/4).

Tapi, Ujang mengatakan dalam catatannya itu bukanlah kali pertama kader PDIP di Senayan mengkritisi kebijakan Jokowi. Pada periode kepresidenan 2014-2019, sejumlah kebijakan Jokowi juga sempat menjadi sasaran kritik anggota parlemen dari partai berlambang banteng itu.

Ini, kata Ujang, menunjukkan bahwa sejak awal memang ada hubungan ‘panas-dingin’ antara internal partai dengan Jokowi.

“Saat ini pun sepertinya hubungan itu mulai rawan ke ‘panas-dingin. Hubungan tarik-ulur, panas-dingin, dan hubungan kepentingan saja,” jelasnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo mengatakan, hubungan Jokowi dan PDIP selayaknya keluarga besar yang memang memungkinkan antaranggota keluarga berbeda pendapat.

Kunto pun tak melihat kritik yang dilontarkan Masinton dan Deddy itu menunjukkan hubungan PDIP dan Jokowi merenggang.

Meskipun demikian, Kunto tak memungkiri bahwa kritik dari Masinton maupun Deddy setidaknya menunjukkan hal bahwa Jokowi dan jajarannya di pemerintahan gagap dalam menangani pandemi virus corona.

Pemerintah, kata dia, tidak memiliki sense of crisis yang cukup baik dalam penanganan pandemi ini.

“Bahkan wakil rakyat yang menjadi partai pendukung pemerintah juga punya masalah dengan beberapa program yang dianggap tidak punya sense of crisis, seperti kartu prakerja dan Perppu tentang keuangan ini,” ujar Kunto.

DPR Hanya Menjalankan Fungsi Kontrol

Menyikapi situasi yang sama, Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute Karyono Wibowo menduga Masinton dan Deddy sebetulnya melakukan kritik dalam tahap wajar.

Pasalnya, kritik tersebut masih dalam kapasitas personal dan tidak membawa embel-embel partai. Apalagi, keduanya merupakan wakil rakyat di parlemen.

“Dalam negara demokrasi, sebuah kritik atas kebijakan justru merupakan keniscayaan. Apalagi kedua politisi tersebut merupakan wakil rakyat yang memiliki hak bersuara dan hak menyuarakan aspirasi rakyat,” kata Karyono.

Ia juga melihat, kritik dari Masinton dan Deddy masih datar dan belum masif dilakukan kader PDIP yang lain. Oleh karena itu,, Karyono menyatakan belum bisa menyimpulkan mengenai hubugan Jokowi-PDIP.

Walaupun begitu, Karyono memperingatkan bahwa kritik dari Masinton dan Deddy itu berpotensi menimbulkan riak di tubuh PDIP. Pasalnya, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu merupakan partai utama pendukung Jokowi dan berada dalam koalisi pemerintahan.

“Maka sikap kritis kedua politisi PDIP tersebut memiliki dampak politis dan menimbulkan persepsi yang beraneka-ragam,” tuturnya.

Sementara itu, terkait kritikan dari Masinton dan Deddy, CNNIndonesia.com sudah mencoba meminta penjelasan dari pihak DPP PDIP. Namun, hingga berita ini diturunkan, pihak DPP PDIP tidak merespons panggilan telpon maupun pesan.

Sumber
CNN Indonesia